Saturday, April 10, 2010

Karyawan Sontoloyo (lagi) – part 2 : Disponsori Kantor ?

Thanks for being here here and stay tune. Karyo (karyawan sontoloyo) topic is back. Anyway, sebut nama Karyo koq saya teringat dengan lakon mas Karyo di sinetron seri popular Si Doel Anak Modern. Karakter mas Karyo memang menggambarkan kesontoloyoan dan sukses diperankan oleh Basuki pelawak alumnus pabrik tawa Srimulat.

Soal disponsori kantor, memang aneh, tapi nyata. Dalam bentuk apa kantor mensponsori anda ? Kita coba balik arah penerawangan kita. Mari kita bayangkan kita memulai suatu usaha dan otomatis ada tiga pertanyaan umum yang muncul : dimana lokasinya ? siapa pengelolanya ? bagaimana kita bertransaksinya ? Satu per satu kita coba telisik. Menyewa lokasi adalah yang paling umum. Di daerah tempat tinggal saya di kawasan cipete, ruang usaha minimalis ex garasi ukuran 3 x 5 meter sudah bernilai Rp 15 juta per bulan, hanya ruangan plus gembok thok. Itu pun belum dirapikan dan masih kumuh, apa adanya banget.

Lalu pengelola usaha, tetangga saya kemarin buka usaha laundry kiloan di dekat rumah sini dan pekerjakan tiga pemuda tanggung putus sekolah. Selain sediakan makan siang, uang saku Rp 25 ribu per hari harus dibayar, plus gaji pokok sebesar Rp 400 ribu per bulan per orang. Artinya total pengeluaran sekitar Rp 1 juta per orang jika masuk 24 hari sebulan (di luar free lunch). Media transaksi, teman saya tersebut beli cash register bekas di Pasar Saharjo dekat Tebet plus aneka pernak pernik per-kasir-an total senilai Rp 2,3 juta sudah sekalian pasang. Jadi modal awal untuk sewa dan mesin kasir adalah Rp 17 juta lebih karena sewa harus dibayar di muka.

Bandingkan dengan usaha seseorang kawan yang saya kenal baik. Menjalankan usaha penjualan pernak pernik asesoris dan daster dari kampungnya di Bali, ia menghabiskan seminggu bergadang membangun toko virtual di internet, membeli space dan domain yang dibayarnya kurang dari Rp 300 ribu untuk setahun, serta melakukan perjalanan ke kampung halamannya saat berhari raya untuk mengembangkan jaringan. Diperoleh empat supplier utama, kesemuanya teman bermain saat kanak-kanak yang kurang beruntung untuk melanjutkan pendidikan. Lalu diperoleh mitra untuk melakukan delivery. Cukup dengan e-mail atau SMS maka mitra tersebut bersedia menjemput barang yang akan dikirim di supplier dan mengirimkannya. Tagihan dikirimkan setiap dua mingguan dan langsung ditransfer via ATM.

Dimana ia menetapkan domisili usahanya ? Saat ditanya dia nyengir. "Ada di tiga tempat. Di hape saya, di awan sana (internet maksudnya) dan di sini (sambil menunjuk jempol kakinya)". Maksudnya ? Ya kantor itu lah lokasi usahanya. Order diforward ke alamat e-mail yang khusus dibuatnya dan ke alamat e-mail kantor, sehingga 24 jam sehari bisa memantau order dan melakukan follow up segera. Untuk mengawasi toko, layaknya pemilik toko, jam istirahat dimanfaatkan untuk menelusuri internet dan memeriksa toko virtualnya.

Masalah komunikasi ? Hari begini, modal hape dual SIM sudah cukup. Fax ? Jarang dibutuhkan, kalaupun terpaksa, kantor tempatnya bekerja sudah menyediakan fax tersebut. Terakhir, pencetakan slip atau kwitansi, bukan hal sulit. Kantor tempatnya bekerja sudah menyediakan PC plus printer. Umumnya dokumen-dokumen tersebut dikirim melalui e-mail. Jikalau pun terpaksa, cukup dicetak di printer. Ia sudah menyediakan kertas kop khusus. Lalu dikirimkan via kantor pos kecil di basement gedung kantornya bekerja. Praktis. Tidak ada biaya tetap (fixed cost) dan tidak ada investasi awal yang menggetarkan jiwa. Ide dan kreativitas modalnya.

Berapa omzetnya ? Bulan pertama "hanya" dua belas juta Rupiah saja, sekitar dua kali gajinya. Di bulan ke enam, sudah mulai stabil di angka dua puluh lima hingga tiga puluh juta Rupiah. Mana cukup untuk bayar sewa, pegawai, sediakan makan siang dan uang saku, lalu urus aneka peralatan kantor ? Untung dapat sponsor. Kantor tempatnya bekerja.

Karyawan Sontoloyo

Kata "Sontoloyo" cenderung bernuansa negative mengikuti kaidah bahasa Jawa. Itu bisa berarti orang yang aneh, menyebalkan atau justru payah dalam konteks kualitas kerja atau tindakan yang rendah. Tentu karyawan sontoloyo dapat diartikan sebagai karyawan yang payah, menyebalkan atau aneh. Istilah ini saya peroleh dari Edi, seorang superkocak yang memperoleh berkah luar biasa dari Yang Maha Kuasa berupa kesempatan menjadi boss saya selama dua tahun lebih. Saya memperoleh pemahaman yang berbeda atas kata sontoloyo dan frase karyawan sontoloyo dari beliau.

Kalau saya tidak salah, frase itu diperolehnya dari suatu buku saku mengenai tips dan trik menjadi karyawan yang bermental survivor di lingkungan dunia kerja yang serba semrawut dan penuh hipokrisi. Saya sempat membaca beberapa halaman, dan langsung dapat mengamini kiat-kiat yang disampaikan. Tapi Boss Edi, mencoba memperluas pemahamannya atas frase tersebut, menjadi "karyawan yang bukan cuma survive di dunia kerja yang semrawut dan boss yang menyebalkan, tapi juga aman secara finansial dan independen atas ketergantungan terhadap perusahaan dalam konteks harga diri maupun kontribusi". Njlimet ? Tidak kok….

Kami banyak berdiskusi sesudahnya, dan memang hanya beliau yang melakukan langkah nyata, kerja sesantai mungkin, tidak ambisius, mengalir bagai air, dan menumbuhkan gairah serta kreativitas luar biasa untuk berkarya di luar kantor, sebagai trainer, pengusaha kecil dan konsultan. Dia menjadi amat sontoloyo bagi para boss yang merasa dia bisa memberikan 200% dari kontribusinya saat ini ke kantor. Tapi dengan apa yang sudah diberikannya pun ia berargumen bahwa sudah sesuai target. Lalu apa yang akan saya dapat jika saya berikan 200% ? Lebih besarkah yang diberikan perusahaan, atau lebih besar hasil investasi waktu dan ide di luar kantor ?

Dia benar. Sepenuhnya benar. Apapun model bisnisnya, perusahaan adalah wujud kapitalisme. Bukankah mendirikan perusahaan wajib menyetorkan modal ? Dan modal dalam sejumlah bahasa asing disebut 'Capital' ? Tentu pemilik modal akan memberikan remunerasi dan kompensasi kepada pekerjanya, orang-orang yang mengurus perusahaan dan menjalankan usahanya. Namun, tentu tidak akan terpikir sedikitpun untuk menempatkan profitabilitas pekerjanya di atas prioritas profitabilitas pemilik modal. Dalam arti, secara bahasa sederhana disebutkan "tidak akan bisa kaya sekali jika menjadi pegawai". Kecuali, ini baru ketahuan akhir-akhir ini, jika anda menjadi pegawai Pajak dan suka menyelewengkan wewenang anda tentunya.

Maka, mulailah berpikir sesuatu dan menimbang untung rugi untuk seia sekata dan membaktikan seluruh diri anda, kreativitas dan ide anda, semangat dan gairah anda, waktu dan fokus anda, kepada perusahaan. Namun, ada cara yang smart dan ringkas ketimbang anda harus wujudkan perusahaan anda sendiri. Tulisan saya berikutnya akan menjelaskan, bagaimana perusahaan anda sekarang menjadi "sponsor" dari pendirian usaha baru milik anda. Usaha yang 100% milik anda, anda kendalikan sepenuhnya, anda raup seluruh profit yang dihasilkan, dengan pengorbanan yang seminimal mungkin karena adanya sponsor.

So, just be there and we will be right back after a cup of coffee. Stay tune.