Tuesday, May 15, 2012

Lounge, solusi praktis anti boring saat delay

Apa yang anda rasakan saat alami penundaan penerbangan (flight delay) hingga berjam-jam? Pasti jengkel, bosan, lelah (padahal gak ngapa-ngapain ya) dan bad mood. Sama, saya juga demikian. Saya alami hari ini saat penerbangan saya dari Denpasar ke Labuan Bajo ditunda karena cuaca buruk.

Memang ada kompensasi berupa makanan (kecil atau besar, tergantung lama delay) bahkan voucher sebesar Rp 300.000,- per empat jam keterlambatan. Tapi tetap rasa tidak nyaman itu akan ada. Tiket yang sudah dibeli tentu juga tidak mungkin diuangkan kembali bukan?

Saya mencoba menyikapi "nasi sudah menjadi bubur" ini dengan menjadikan "bubur" itu selezat mungkin. Bagaimana caranya? Cari bumbu yang pas! Buat saya, "bumbu" tersebut adalah executive lounge.

Di bandara Ngurah Rai yang serba "wah" ternyata jika cermat banyak promo menarik. Dengan menunjukkan logo salah satu operator seluler maka saya hanya membayar separuh harga dari entrance fee ke lounge tersebut. Dan inilah salah satu pembelanjaan Rp 45.000,- terbaik saya sejauh perjalanan ini.

Di lounge ini, saya menunggu selama 3 jam 45 menit. Ada sofa bahkan kursi electric massage yang cukup nyaman. Ada koneksi internet yang cepat dan nyaman. Juga fasilitas toilet, mushalla dan tentu aneka kue dan minuman yang cukup lezat.

Berangkat masih cukup pagi, sekitar pukul 7, tentu urusan "ke belakang" dan sarapan menjadi tidak terakomodasi dengan baik. Kelihatan sepele, tapi mengganggu lho sebenarnya. Saya jadikan fasilitas di lounge ini untuk akomodasikan kebutuhan "primer" saya. Sesudahnya saya pun dapat melaksanakan ibadah shalat sunnah di mushalla yang bersih dan nyaman.

Mengurangi kebosanan, aneka bacaan yang baru dan televisi dengan multi channel relatif menghibur. Namun saya lebih suka manfaatkan waktu dengan mengisi baterai telepon genggam dan berselancar di internet. Cukup produktif, dalam 2 jam saya isi penuh baterai seluruh telepon saya dan baterai cadangan, serta lakukan beberapa aktivitas di internet.

Tidak terasa, petugas lounge ingatkan bahwa saya harus check in.

Saya rasa kiat ini dapat kawan-kawan terapkan juga saat lakukan perjalanan dan terkena delay.

Have a nice trip!

On twitter @katjoengkampret | katjoengkampret@aol.com
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Friday, May 11, 2012

Krisis : Bahaya + Peluang


Krisis. Dari bahasa Inggris "crisis" dapat kita referensikan sebagai berikut menurut situs wikipedia.org :
 a) situation of a complex system
b) poor function. The system still functions, but does not break down.
c) an immediate decision is necessary to stop the further disintegration of the system.
d) the causes are so many, or unknown, that it is impossible to take a rational, informed decision to reverse the situation

Sementara di situs yang sama menegaskan bahwa suatu situasi yang disebut krisis umumnya mengandung komponen-komponen berikut ini :
1. Unexpected / Surprise : ada unsur kejutan, tidak terduga, tidak diharapkan terjadi
2. Create Uncertainty : menciptakan suatu kondisi ketidakpastian (dan umumnya ketidaknyamanan)
3. Threat to Important Goals : menciptakan potensi ancaman akan suatu rencana atau tujuan yang akan dicapai

Yang menarik adalah, dalam bahasa Cina, kata 'krisis' sendiri secara harfiah dapat diterjemahkan menjadi dua makna secara kontekstual, yaitu 'bahaya' dan 'kesempatan'. Saya tentu tidak akan membahas aspek linguistik dari hal ini, tetapi saya mencoba melihatnya dari sudut pandang lainnya : kemampuan untuk melakukan turn around.

Lama sudah kita kenal bahwa negeri Cina dan saudara-saudara kita yang berdarah Cina amat lekat dengan kata-kata dan label "tekun", "gigih", "survivor", dan "ulung". Lebih jauh bahkan di berbagai belahan dunia cukup lekat pula dengan kata-kata "dagang" atau "niaga", "pengusaha" dan "sukses". Saya bisa dikategorikan sebagai pribadi yang nyaris 100% sepakat dengan semua label tersebut, karena memang demikian lah fakta yang tersaji di depan kita. Tetapi apa benang merahnya dari semua hal tersebut ? Satu hal : kemampuan bertahan dari bahaya dan memutarbalikkannya menjadi sukses dengan kejelian melihat celah peluang dan mengkonversikannya menjadi suatu hal yang produktif.

Mari kita lihat sedikit ke arah diri sendiri, kehidupan kita dan alam sekitar kita. Ada berapa banyak kemungkinan kita temui suatu situasi dimana tidak ada bahaya sama sekali ? Rasanya hampir tidak ada. Bahkan orang bijak pun mengatakan bahwa "tidur siang pun bisa jadi beresiko", karena setidaknya ada potensi kehilangan pembeli jika kita pedagang karena toko kita tinggal tidur. Namun kemampuan melihat potensi bahaya dengan cermat, akan memberi kita dua hal lain yang dapat kita olah : celah untuk menghindarkan bahaya tersebut, dan celah untuk mengkonversi bahaya tersebut menjadi peluang produktif.

Baru-baru ini kita mendengar berita akuisisi situs pengolahan gambar online Instagram oleh raksasa social media Facebook. Di berita kemarin diungkapkan bahwa Facebook memang mengakusisi Instagram dengan amat mahal karena dorongan psikologis : merasa terancam. Instagram menjadi amat populer karena memang ada banyak manusia di dunia ini yang suka dengan gambar, berbagi dengan gambar, dan mengekspresikan dirinya dengan gambar. Facebook melihat ini semua sebagai ancaman, dan di sisi lain melihat krisis ini sebagai peluang untuk melebarkan sayapnya ke kalangan penggila gambar.

Untuk memiliki kemampuan turn around tersebut, sebenarnya kita cukup kembali ke uraian mengenai kandungan krisis di atas. Apa saja ?

1) Membatasi keterkejutan kita akan hal yang Unexpected tersebut, lalu pelajari mengapa dan apa yang membuat kita terkejut ? Apakah selama ini kita tidak memperhatikan pesaing ? Apakah kita selama ini terlalu nyaman dengan keunggulan kita ? Apakah kita tidak menyadari penurunan kualitas kita ? Membatasi keterkejutan dan mengidentifikasi sebabnya adalah 50% dari titik balik yang kita harapkan.

2) Membatasi ketidakpastian yang kita rasakan, identifikasi pada hal-hal apa saja kita rasakan aspek ketidakpastian meningkat ? Dan pada hal-hal apa saja di sisi lain aspek ketidakpastian berkurang ? Dari analisa ini kita dapat alokasikan prioritas kita, apakah akan maksimalkan aspek yang kadar ketidakpastiannya berkurang atau justru pertajam fokus kita untuk bertarung di aspek yang kadar ketidakpastiannya tinggi ? Lalu lakukan upaya manajemen resiko untuk mereduksi potensi kerugian atau kejutan susulan jika apa yang tidak pasti menjadi suatu kenyataan.

3) Membatasi obsesi kita akan kondisi ideal atas tujuan dan rencana yang sudah ditetapkan. Dunia ini amat dinamis, dan kita harus fleksibel namun disiplin. Jangan mudah menyerah namun kita harus cukup kenyal untuk sesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi. Kunci bertarung dengan krisis, survive lalu putarbalikkan keadaan dengan mengoptimalkan peluang adalah kemampuan beradaptasi. Tahukah Anda bahwa kayu lebih mudah patah daripada karet ?

Sudahkan kita asah pisau kita untuk mampu membelah dua daging sekaligus di piring kita : bahaya dan peluang ?

twitter : @katjoengkampret | e-mail : katjoengkampret@aol.com