Friday, October 14, 2011

The Power of Six IONs in Leadership


The Power of Six IONs in Leadership.

Ini bukan iklan minuman isotonik yah... karena keenam ION yang dimaksud adalah akhiran dari kata-kata berikut yang menjadi komponen penting suatu kepemimpinan : VISION, INFORMATION, IMAGINATION, DIRECTION, ACTION, PASSION. Semua pakai akhiran -ION kan ? Mengapa kelima komponen itu begitu penting saat kita memiliki tanggung jawab untuk memimpin ? Mari kita bedah satu persatu ya sebelum kita masuk ke akhir minggu, setuju ?

VISION. Visi, siapa yang tidak perlu ? Jangankan organisasi dengan sekian individu, masing-masing dari kita saja perlu punya visi dalam menjalani hidup atau melakukan sesuatu. "Apa cita-citamu, Nak ?" atau "Mau jadi apa nanti saat sudah besar ?", adalah dua dari banyak contoh bagaimana visi pribadi dipupuk sejak dini. Pemimpin tanpa visi bisa dikatakan makan gaji buta (padahal biasanya gueddeeee loh gaji para pemimpin itu). Dan hampir pasti organisasi yang dipimpin akan berjalan tanpa arah yang jelas dan konsisten. Lebih penting lagi, visi adalah hal yang menyatukan berbagai komponen organisasi dengan aneka kepentingan, keahlian, kemampuan dan kepribadian.

INFORMATION. Pernah mendengar ucapan "pemimpin payah, gak tau apa-apa" ? Itu pertanda bahwa pemimpin harus LEBIH dari yang dipimpin. Bukan cuma sekedar LEBIH gede gajinya, atau LEBIH tinggi pangkatnya, atau LEBIH banyak otoritasnya, tapi juga harus LEBIH memiliki kemampuan dan modal untuk mengarahkan yang dipimpin. Dengan apa ? Dengan kemampuan informatif : kemampuan menganalisa informasi yang dibutuhkan, kemampuan memperoleh atau menggali informasi yang dibutuhkan, serta kemampuan mengolah dan mengelola informasi yang dibutuhkan. Tidak percaya ? Pernah mendengar istilah "Jenderal nggak perlu bisa menembak tepat tapi harus bisa meletakkan penembak tepat supaya bisa menembak sasaran yang tepat agar bisa memenangkan pertempuran" ?

IMAGINATION. Ada kata-kata di dunia militer "Do what I say. Just do. Don't think.", sesungguhnya di dunia kerja juga sama. Kasar atau halus, sadar atau tidak, dan diakui atau dibantah, semua pemimpin (yang pastinya memiliki otoritas atas yang dipimpin) akan mengambil sikap tersebut. Ada benarnya tapi juga ada salahnya. Yang jelas pemimpin harus memiliki imajinasi yang bisa dipertanggungjawabkan untuk memberi solusi yang diperlukan organisasi. Terkadang, kekuatan suatu organisasi ditentukan dari ruang untuk berimajinasi dan mengaspirasikannya bagi para individualnya. Baru-baru ini kita kehilangan Steve Jobs, pendiri dan chief innovator Apple. Disebutkan bahwa kekuatan utamanya adalah pada inovasi dan manajemen ide. Ia pandai berimajinasi, dan pandai pula menangkap, merangsang dan merealisasikan ide orang lain.

DIRECTION. Bagian ini tidak perlu banyak dibahas yah ? Sampai ada posisi yang namanya Direktur, berasal dari bahasa Inggris 'Director' alias orang yang memberi pengarahan (direction). Direction sendiri memang artinya "Arah" kan ? Pemimpin harus selalu bisa menjadi penunjuk arah bahkan peta. Saat ada anggota yang tersesat, ia harus bisa menunjukkan arah yang benar. Kalaupun ia tidak bisa memberi arah dan informasi yang dibutuhkan, ia bisa memberi saran, kiat dan petunjuk kemana arah dan informasi yang dibutuhkan itu bisa didapat.
ACTION. Tidak pernah ada kepemimpinan yang berhasil dengan karakter OmDo alias Omong Doang. Lead by Example is essential. Seorang pemimpin harus dapat mengambil tindakan nyata. Harus dapat memberikan contoh, harus menjadi teladan, dan bahkan harus bisa menjadi seorang mentor. Kadang omongan memang perlu... susah juga kan memotivasi dan mendorong orang untuk maju kalau pake bahasa isyarat ? Tetapi kata orang sono "action speaks thousand times than words". Dan memang lama-lama nyebelin juga kan liat orang yang cuma bisa omong doang ? Saat rasa sebel itu hadir, maka demotivasi sudah dimulai dan kegagalan sudah tertulis separuh...

PASSION. Ini yang sulit. Banyak sih orang yang punya passion, tetapi tentu tidak berdiri sendiri. Jika cuma punya passion saja maka itu akan jadi ngawur alias nafsu besar tenaga kurang. Tetapi yang sering terjadi di berbagai organisasi, pemimpinnya pandai-pandai (ya iyalah, kalau bloon kan susah juga ya sampai ke atas ?) tetapi tidak punya passion. Loyo bin Lemes alias Memble. Ya tentu sulit untuk membangkitkan potensi terbaik dari yang dipimpin. Sulit untuk membangkitkan raksasa tidur kata Anthony Robbins. Sulit untuk mengharapkan keajaiban. Apa persamaan Obama, Soekarno, Steve Jobs, Jack Welch, Alex Ferguson, Lionel Messi, bahkan hingga bintang porno seperti Miyabi ? Mereka semua memiliki passion akan apa yang dikerjakan, terlepas pekerjaannya "bermasalah" ya seperti Miyabi... ha ha Intermezzo !

Okey semua, selamat berakhir pekan. Have a nice weekend and have a great six IONs for the week after !

on twitter @katjoengkampret | katjoengkampret@aol.com


Thursday, October 13, 2011

Dilema Anak Baru Sok Tahu ? A.C.T. saja !


Pernahkah Anda berada di suatu situasi dimana suatu posisi atau jabatan yang telah Anda lakukan dengan baik (setidaknya menurut Anda sendiri dan atas dasar performa yang Anda telah tunjukkan) harus diserahkan ke orang lain ? Hal ini bisa karena berbagai hal, dan belum tentu karena Anda buat salah loh, bisa saja karena penyegaran, sudah terlalu lama berada di suatu pos atau bahkan Anda memperoleh promosi.. Namun apa daya, sang pengganti ternyata malah tidak kapabel dan merusak hasil kerja Anda (setidaknya ini penilaian Anda)...

Manusiawi tentu perasaan marah, kecewa, bahkan mungkin terhina, "koq bisa-bisanya si dungu satu itu terpilih gantikan saya ?", mungkin demikian gumaman kita, yang moga-moga hanya terucap dalam hati. Sialnya, si dungu ini tidak merasa ada yang salah, dirinya hebat, dan anehnya memperoleh endorsement dari manajemen. Lebih sial lagi, ada himbauan dari boss Anda untuk mendampingi si anak baru ini melewati masa-masa awalnya. Lalu apa yang harus kita lakukan pada situasi ini ?

A.C.T ! Bukan cuma mengambil tindakan (to act) tetapi merupakan akronim dari Ajari, Cermati, Tinggalkan.

AJARI. Bukan bermaksud menjadi guru, tetapi bagian dari tanggung jawab profesional kita bukan saat meninggalkan suatu pos untuk melakukan transisi yang mulus kepada petugas yang baru. Maka diperlukan suatu proses peralihan tanggung jawab dan transfer pengetahuan, baik teknis dan manajerial antara dua pihak tersebut. Diperlukan kebesaran jiwa dari pihak yang meninggalkan dan rasa hormat dari pihak yang menggantikan. Salah satu tidak ada, pasti akan ada masalah.

Kita tidak perlu mengajari sampai detail, namun hendaknya difokuskan pada tiga hal saja. Satu, budaya dan tata kerja yang berlaku di perusahaan dan khususnya di unit kerja tersebut, hal ini akan membantunya beradaptasi dengan lingkungan dan staff yang ada di unit kerja tersebut. Dua, jadwal-jadwal, deadline, report-report serta aneka hal yang bersifat mandatory, ini akan membantunya untuk lebih cepat memegang kendali dan semakin cepat bagi Anda untuk lepas dari tanggung jawab, dan tentu memastikan perusahaan tidak terganggu dengan adanya transisi karena semua hal yang bersifat mandatory tidak terganggu. Tiga, hal-hal teknis yang spesifik, atau metode pekerjaan yang unik yang Anda kembangkan dalam rangka mengelola unit kerja, ini untuk memastikan bahwa staff pun tidak terlalu "tersiksa" dengan pergantian boss karena metode unik itu bisa dipertahankan dengan adanya transfer of knowledge ke pejabat yang baru dan akan diterapkan untuk setidaknya pada kurun waktu tertentu.

CERMATI. Tentukan suatu time line setelah masa transisi usai, misalkan masa transisi selama 30 hari, lalu tetapkan dalam hati masa observasi, misalkan 60 hari sesudahnya. Ada tiga hal yang harus Anda cermati secara diam-diam namun tetap fair dan objektif : performa team, impact terhadap perusahaan, dan kondisi staff. Jika atas ketiga hal tersebut terjadi suatu kondisi penurunan yang signifikan dalam waktu singkat, Anda bisa tawarkan untuk berdiskusi atau setidaknya bertanya apakah ia membutuhkan bantuan atau saran, atau setidaknya bertanya "apakah semua baik-baik saja ?".

Ini juga sekaligus test case apakah Anda dianggap sebagai aset olehnya atau justru sebagai ancaman. Dan pada saat penurunan kondisi ini mempengaruhi perusahaan dan bahkan kondisi staff, Anda bisa pula sampaikan concern ini (jika masih relevan dengan kondisi Anda saat ini) kepada manajemen dan tawarkan saran jika diperlukan. Tapi setelah masa observasi ini berlalu, dan atau test case Anda gagal dimana Anda dianggap ancaman, segeralah beralih ke item ke 3 : tinggalkan. Namun, tawaran yang Anda sampaikan tentu akan menjadi "juru selamat" bagi Anda di kemudian hari, Anda bisa sampaikan "saya sudah sampaikan tawaran untuk membantu jika ada kesulitan di saat keadaan masih lebih terkendali, sayang saat itu ditolak. saat ini tentu saya sudah sibuk dengan pekerjaan baru saya dan tidak dapat membantu, mohon maaf karenanya". Anda aman dan tentu nyaman. Salah sendiri tidak manfaatkan tawaran baik, bukan ?

TINGGALKAN. Seperti uraian saya di atas, segera ambil langkah ini jika masa observasi sudah berlalu atau Anda dianggap ancaman. Tidak perlu berkorban untuk si sok tahu bukan ? Jika memang dia smart, dan serba tahu, tentu dia bisa atasi masalahnya sendiri. Yang penting Anda sudah tawarkan bantuan sesuai kode etik profesional. Juga jika masa observasi berlalu tentu suatu hal yang basi jika Anda masih mengurusi pekerjaan lama Anda, karena secara normal dapat diasumsikan bahwa dalam periode 60 hingga 90 hari seharusnya profesional yang "normal" sudah dapat menguasai pekerjaan barunya, bukan ?

Satu hal yang berat adalah emotional attachment, keterikatan emosional Anda pada pekerjaan lama Anda, identitas profesional Anda yang lama, dan pada orang-orang yang telah bekerja dengan Anda sebagai suatu team di pekerjaan lama Anda. Percayalah, friends will be friends. Anda fokus pada pekerjaan baru Anda tidak akan menjadikan mereka semua bukan teman Anda lagi. Mereka pun profesional dan bisa respek terhadap kesibukan dan tuntutan pekerjaan baru Anda. Namun, jika mereka tidak bisa mengerti hal ini, maka mudah saja, mereka bukanlah teman dan kolega yang Anda perlukan untuk maju. Tinggalkan segera!

Semoga Bermanfaat dan Selamat Beraktivitas !

on twitter @katjoengkampret | katjoengkampret@aol.com

Thursday, October 6, 2011

10 things iPhone & iPad users may not know about Steve Jobs


1.        Steve Jobs was an adopted child, adopted by Paul and Clara Jobs (née Hagopian) and he was born and raised (and later died) in California, US
2.        Steve Jobs' biological father was a Syrian Muslim named Abdul Fattah Jandali, and his biological mother was an American named Joanne Simpson (née Schieble) who might possible have a Jews descent.
3.        Steve Jobs founded Apple Computer with his close friends, Steve Wozniak (who is Polish descent), Ronald Wayne and Mark Markkula (who is Finnish descent)
4.        Steve Jobs was dropped out from college as only spent one semester studying in Reed College in Oregon, US          
5.        Steve Jobs ever expelled from the company he founded in 1985 after losing the power battle in the Apple's board of director
6.        Steve Jobs founded Pixar Studio and was a key man behind the animation movies of Cars, Finding Nemo, Toy Story, Ratatouille, Bug's Life and Monsters, Inc.
7.        Steve Jobs came back to Apple in 1996 and then became a Chairman and CEO, was a key man and key innovator behind the mega products of iPod, iPhone and iPad
8.        Steve Jobs was paid US$1.00 per year as CEO of Apple, Inc., but his wealth sat him to be the America's 42nd wealthiest man in 2010 as quoted by Forbes
9.        Steve Jobs was died of pancreas cancer, that widely thought caused by lifestyle and diet, however Jobs was a pescetarian, only eat fish and no other meats
10.        Steve Jobs' biological father was Muslim, he was raised in Christian environment, her biological mother had Jews descent, her adopting mother had Armenian descent with Orthodox Christian background, then Jobs himself converted into Buddhism until his death, and he was true admirer and adopter of oriental spiritualism as he had a spiritual journeys when visiting India and China

       on twitter @katjoengkampret | katjoengkampret@aol.com

10 things iPhone & iPad users may not know about Steve Jobs

  1. Steve Jobs was an adopted child, adopted by Paul and Clara Jobs (née Hagopian) and he was born and raised (and later died) in California, US
  2. Steve Jobs' biological father was a Syrian Muslim named Abdul Fattah Jandali, and his biological mother was an American named Joanne Simpson (née Schieble) who might possible have a Jews descent.
  3. Steve Jobs founded Apple Computer with his close friends, Steve Wozniak (who is Polish descent), Ronald Wayne and Mark Markkula (who is Finnish descent)
  4. Steve Jobs was dropped out from college as only spent one semester studying in Reed College in Oregon, US          
  5. Steve Jobs ever expelled from the company he founded in 1985 after losing the power battle in the Apple's board of director
  6. Steve Jobs founded Pixar Studio and was a key man behind the animation movies of Cars, Finding Nemo, Toy Story, Ratatouille, Bug's Life and Monsters, Inc.
  7. Steve Jobs came back to Apple in 1996 and then became a Chairman and CEO, was a key man and key innovator behind the mega products of iPod, iPhone and iPad
  8. Steve Jobs was paid US$1.00 per year as CEO of Apple, Inc., but his wealth sat him to be the America's 42nd wealthiest man in 2010 as quoted by Forbes
  9. Steve Jobs was died of pancreas cancer, that widely thought caused by lifestyle and diet, however Jobs was a pescetarian, only eat fish and no other meats
  10. Steve Jobs' biological father was Muslim, he was raised in Christian environment, her biological mother had Jews descent, her adopting mother had Armenian descent with Orthodox Christian background, then Jobs himself converted into Buddhism until his death, and he was true admirer and adopter of oriental spiritualism as he had a spiritual journeys when visiting India and China

on twitter @katjoengkampret | katjoengkampret@aol.com

In Memoriam : Steve Jobs (1955-2011)


In Memoriam : Steve Jobs (1955-2011), co-founder, innovator, the real brand and chief executive of Apple, Inc.

Tidak banyak yang mengenal siapa itu Steve Jobs dan bahkan detail lain dari kehidupannya. Saya pun baru tahu pagi ini melalui situs wikipedia.org bahwa Jobs dilahirkan sebagai darah daging seorang Arab muslim kelahiran Syria, AbdulFattah Jandali, kemudian diadopsi pasangan Paul dan Clara Jobs. Juga tidak banyak yang tahu bahwa Jobs pernah tersingkir karena kalah dalam office politics dan terpaksa terusir dari perusahaan yang didirikannya sendiri, Apple Computer, untuk kemudian kembali dan mengukir sukses lebih besar 11 tahun kemudian. Tidak banyak pula orang yang tahu bahwa Jobs adalah drop out setelah hanya mengenyam bangku kuliah selama satu semester saja di Reed College di Oregon, dan fakta lain bahwa Jobs adalah seorang penganut Buddha dan pengagum spiritualisme timur setelah perjalanan spiritualnya ke India dan China. Mayoritas orang hanya tahu soal ciptaan-ciptaan Jobs : Apple MacIntosh computer, Apple iPhone, Apple iPad dan Apple iPod. Nama Jobs memang lebih identik dengan nama-nama tersebut dan tiga kata lain : Apple, Inovasi dan Perjuangan.

Dari berbagai sumber, kata inovasi dan perjuangan, seolah dua sisi mata uang dari kehidupan Jobs sejak awal hingga akhir hayatnya. Karena berjuang maka ia terus berinovasi. Dan dirinya berinovasi sebagai bentuk perjuangan. Bukan cuma berjuang di sepertiga akhir hidupnya melawan penyakit kanker pankreas dan tumor sel yang akhirnya menamatkan buku perjalanan hidupnya. Jobs juga berjuang nyaris di tiga perempat hidupnya untuk suatu keyakinan : "produk teknologi yang fashionable dan mampu memenuhi kebutuhan banyak orang. " Jobs memilih untuk berkarya ketimbang berbicara untuk memenangkan apa yang diyakininya. Banyak kalangan di dekatnya berpendapat bahwa sikap ini amat mungkin dipengaruhi spiritualismenya sebagai pemeluk Buddhisme dan pengagum spiritualisme Timur. Faktanya memang Jobs berdarah timur dari ayah biologisnya yang seorang Arab. Cukup menjelaskan kaitannya bukan ?

Perjuangan Jobs di karir dan perjalanan inovasinya cukup berliku, melelahkan dan bahkan menyakitkan. Setelah Apple Computer yang didirikannya bersama sahabat-sahabatnya, Mike Wozniak (yang berdarah Polandia) dan Mike Markkula (yang berdarah Finlandia), menjulang dan menjadi raksasa bisnis komputer, ia justru terdesak dan dipaksa keadaan untuk keluar dari Apple. Semata karena keyakinan dan pandangannya yang tidak populis di hirarki Apple, yang saat itu tengah menikmati kejayaan Apple MacIntosh. Sementara Jobs berpendapat bahwa "inovasi seharusnya tidak berhenti dan harus dilanjutkan dengan biaya berapapun". Pada saat kembali 11 tahun kemudian, "tidak satu detail pun dari keyakinan dan kata-katanya yang berubah", menurut orang-orang terdekatnya. Jobs melanjutkan apa yang diyakininya, dan tiga raksasa gadget yang mendunia saat ini : iPod, iPhone dan iPad, menjadi saksinya.

Jobs tidak pernah lupa darimana ia berasal dan bagaimana ia tertempa hingga seperti sekarang. Seberapapun ia berhasil tanpa pendidikan formal, Jobs tetap memberikan apresiasi dan dukungan pada pendidikan formal, yang disebutnya "tiket termudah dan termurah untuk sampai ke tujuan, walaupun tentu ada kendaraan lain yang bisa membawa anda ke tujuan". Ia konsisten dengan prinsipnya bahwa berinovasi adalah berjuang. Dalam tahun-tahun sulit di masa perjuangan Apple setelah ia kembali dan menjadi CEO, ia bahkan menetapkan gajinya hanya US$ 1.00 per tahun yang dibayarkan di awal tahun. Ini tidak menghalanginya masuk ke daftar Top 10 Forbes sebagai orang terkaya di Amerika Serikat. Ia juga seorang penderma (filantropis), dimana sumbangannya cukup besar dalam bentuk finansial ke berbagai organisasi. Khusus ke bidang pendidikan, sumbangannya bahkan bukan hanya dalam bentuk finansial namun juga dalam bentuk teknologi, kesempatan berkarya, dan bahkan paten. Unik namun mungkin lebih bermanfaat.

Kini sang inovator, sang pejuang fashionable technology dan sang filantropis telah pergi. Lalu apa yang ditinggalkannya ? Terlalu mudah untuk menyebutkan hal-hal seperti iPod, iPhone dan iPad sebagai warisan berharganya. Bagi saya pribadi, ada tiga hal yang menjadi warisan amat berharga dari Jobs untuk Apple dan pengikut setianya : Inovasi yang konsisten, Keyakinan pada prinsip yang kuat, dan Konsep manajemen yang disiplin. Kedua hal yang pertama telah sedikit saya ulas di atas dan mudah ditemui di sejumlah referensi dan literatur mengenai Jobs dan Apple. Bagaimana yang terakhir ? Selain manajemen yang ramah pada pasar dan disiplin dalam upayanya memenuhi selera pasar serta survival secara berkelanjutan, Jobs juga melakukan sesuatu yang sulit dilakukan oleh pihak lain di posisi puncak : suksesi yang mulus dan tepat waktu (smooth and timely succession).

Saya tertarik dengan apa yang dilakukan Jobs untuk mempersiapkan penggantinya, Tim Cook di bulan Agustus 2011, hanya delapan minggu sebelum kematiannya. Proses ini sudah berjalan dua tahun, dan dalam banyak kesempatan Cook yang merupakan COO Apple, Inc. sudah diberi tanggung jawab sebagian maupun penuh untuk bertindak sebagai CEO. Saat ada sejumlah keraguan dan Cook berhasil menjalankan tugasnya, sempat terdengar Jobs mengucapkan "kalaupun ia adalah suatu bayangan, besok pagi akan tiba waktunya bayangan pergi dan sosok sebenarnya yang nampak". Jobs memang mati-matian mendukung dan membela orang yang ia persiapkan diri sejak dini sebagai penggantinya. Tiga hal yang ditekankan selalu olehnya mengenai suksesor : Mau,  Mampu dan Diterima. Tugas berat kini di tangan Cook yang harus melanjutkan perjalanan Apple tanpa sang mentor di tengah persaingan global industri teknologi yang kejam dan amat cepat berubah. Apapun, sang mentor sudah tidak lagi berinovasi. Perjalanannya sudah usai, apapun perjalanan yang akan dijalani dan dihadapi Cook dan Apple setelah ini.

Great Job Mr. Jobs !

on twitter @katjoengkampret | katjoengkampret@aol.com