Saturday, June 26, 2010

Menjilat boss via makanan basi

Aneh memang judul itu, terdengar gak logis sama sekali. Kalau mau menjilat boss ya baiknya pakai makanan superlezat jika perlu yang mahal sekalian kan ? Tapi ini benar-benar nyata terjadi di salah satu kantor yang menjadi episode masa lalu saya. Semua dimulai dari sang Boss yang gila kekuasaan, gila pujian dan gila-gila lainnya lah.

Menjadi seorang pejabat yang tiap minggu masuk daftar wajib hadir di Board of Management meeting di usia 34 tahun di sebuah perusahaan multinasional, perlu kematangan memang. Jika tidak akan seperti si boss ini : paranoid, intimidatif, merasa besar sendiri dan celakanya suka sekali dipuji. Dengan postur yang bengkak setelah melahirkan, seorang kawan memenangkan pertaruhan bahwa "saya bisa bikin dia traktir saya hanya dengan pujian ringan". Benar aja, suatu pagi kawan ini menongolkan kepalanya di ruangan si boss sambil berkata "met pagiii… tumben ceria amat keliatannya boss, apa karena lebih langsing ya keliatannya ?". Sialan kan ?

Suatu hari si boss menginisiasi suatu perayaan ulang tahun perusahaan (yang sebenarnya tidak pernah dirayakan selama ini) dan mengadakan makan-makan di kantor dengan tentunya mengintimidasi para manager di bawah kekuasaannya, termasuk saya. Kami yang tidak tau apa yang jadi targetnya dan apa tujuannya, kecuali sebagian dari kami termasuk saya berpikir ia akan show off ke CEO baru, seorang Inggris yang katanya "berpengalaman" tapi menurut saya mudah sekali dibodohi. Kami terpaksa keluarkan uang dan mobilisasi anak buah kami untuk perayaan gombal ini. Tapi seperti biasa, tidak sedikitpun kami tau apa yang harus diperbuat, apa menunya dan apa saja agendanya, hingga saat terakhir.

Alhasil, di hari H yang notabene merupakan bulan Ramadhan, sejak pagi makanan sudah tersedia di pantry yang memang didesain menjadi bagian dari workplace kami. Sebagai muslim saya sudah ingatkan bahwa hal seperti ini provokatif dan tidak pantas karena 80% dari staff adalah muslim dan berpuasa. Tapi dia cuek. Kami pun tidak tau persis apa menunya, namun sempat saya dengar ada Opor Ayam dan Sambal Goreng Ati. Si boss memang menanggung lebih dari separuh biaya, dan mengatur semuanya, dari menu hingga catering dan layout ruangan serta rundown acara. Ya sudah, kami terima beres saja. Saya sempat sampaikan bahwa kami sebagai muslim disarankan berbuka tidak dengan makanan besar namun sebatas minuman manis hangat dan makanan kecil yang manis, agar perut tidak bekerja berat setelah berpuasa. Tapi dia tampak masa bodoh.

Selepas tengah hari, saya lewat pantry bersama seorang kawan dan kami berdua merasakan aroma tidak lagi sesedap pagi hari, saya ingatkan si boss bahwa ada resiko makanan basi. Tapi dia tetap aja cuek. Rupanya kekhawatiran kami berdua terbukti, sore hari, satu jam menjelang berbuka, aromanya mulai menusuk dan terasa mengganggu bagi staff di sekitar pantry, dan mereka mengeluh. Kembali kami sampaikan, dan dia tetap cuek, bahkan agak sewot. Rupanya beberapa staff sudah sampaikan hal serupa dan itu terasa mengganggu kewibawaannya mungkin. "Masa makanan bawaan big boss basi sih ? Yang bener aja…"

Tibalah saat berbuka dan makanan mulai dibuka tutupnya. Dengan sumringah si boss suruh semua staff berkumpul dengan suara lantangnya. Oh iya si boss ini jika bicara suaranya dibesar-besarkan agar semua orang tau apa yang dibicarakan, sok penting sekali lah… Kami para manajer berdiri di belakangnya dengan menahan napas karena aroma yang menusuk. Tak lama ia memanggil seorang manajer dan dua supervisor, dimana ketiganya adalah begundal setia sang boss. "Makanan ready ya ? Gak ada yang masalah kan ?" tanyanya. Ketiganya Cuma senyum dan mengangguk, malah salah satu supervisor berkata, "Aromanya aja udah nikmat banget nih mbak, gak tahan rasanya". Dasar penjilat…

Segera si boss dengan aneka bla bla bla welcome speech serta gaya keminternya pidato… bahagia sekali dia tampaknya apalagi saat CEO baru berterimakasih padanya dan kelihatannya si boss tidak memperhatikan kalau si CEO sudah beberapa kali tutupi hidung pakai sapu tangannya… Daaan tibalah saat tersebut…. Begitu dibuka tutup makanan, aroma menyengat langsung merebak ke seluruh ruangan di lantai tersebut (kami gunakan seluruh lantai untuk unit kerja kami). Sejumlah staff mulai terbatuk-batuk, beberapa spontan bergerak mundur bahkan menutup hidungnya… saya mulai tertawa sebenarnya. Tapi ini bukanlah 'the best part'

Si boss cuek aja dan dengan lantang memanggil satu persatu manajer dan supervisor untuk ambil makanan di hadapan dia. Intimidatif sekali. Saya yang berdiri persis di belakangnya ada di urutan kedua dan saya bilang "saya tidak makan berat untuk berbuka, dan tampaknya tidak segar, bahaya untuk perut saya" lalu saya tinggal pergi untuk ambil teh hangat sambil terkikik… namun kolega-kolega manajer lain tampak kepayahan untuk menolak (dan mereka semua bukan muslim). Mereka tampak berat hati sendokkan lauk basi itu ke piringnya… dan tibalah giliran para supervisor, barisan penjilat. Mereka berusaha tegarkan hati dan paksakan ambil lauk basi tersebut. Gilanya si boss sempat lho tanyai satu persatu "enak kaaan ?" dan mereka kompak berseru "enaaaaaakkkkk…..". Mampus deh. Lebih gilanya lagi ia serukan ke para manajer dan supervisor itu untuk suruh anak buahnya ambil yang banyak dan habiskan makanan karena "dosa membuang rejeki" serunya. Mereka pun refleks langsung menyeru ke anak buahnya tanpa ada perlawanan sedikitpun. Dasar bodoooooh…..

Berikutnya yang tertinggal adalah episode kebodohan massal, dimana si boss bagaikan mandor berkeliling ruangan memastikan semua piring sudah memuat lauk tsb dan dihabiskan. Ia sendiri cukup konsisten dimana seperti biasa ia makan dalam porsi banyak dan mengambil cukup banyak lauk basi tersebut dan…… habisss !!! Si boss tampak marah besar liat saya dan anak buah saya hanya minum teh manis panas, makan kurma yang kami beli sendiri di toko di basement gedung serta kue2 kering yang disajikan sambil tertawa renyah dan berbincang satu sama lain seolah-olah tidak menggubris acara ini. Lah memang kami gak pernah dikasih tau kan acara ini untuk apa dan apa maksudnya ?

Hari H itu adalah hari Jumat. Dan, pada minggu sesudahnya, hingga hari Selasa bahkan Rabu, unit kami mengalami masalah dengan down capacity karena banyaknya staff yang tidak masuk karena sakit. Keluhan mereka umumnya sama : diare, keracunan, muntah-muntah….

Dan, beberapa bulan sesudahnya, beberapa dari kami, di tingkat manajer maupun supervisor, sudah tidak ada di posisinya. Si boss dengan sesukanya mendorong bawahan yang tidak disukainya keluar tanpa belas kasihan. Menolak atau menentang ? Akan ada konsekuensinya. Aneka jebakan akan dibuat, dan konsekuensinya adalah dipecat untuk kesalahan yang tidak dilakukan namun tampak sebagai kesalahannya. Semua pengorbanan dan penjilatan anak buah tidak satupun yang diingatnya. Dan, saya yakin, semua boss yang senang dijilat, pasti senang menjilat seperti boss ini, dan pasti pula dia tidak pernah mau dan mampu mengingat semua penjilatan yang dia lakukan atau dilakukan anak buahnya ke dirinya.

Ada yang sepakat dengan saya untuk "jadikan menjilat sebagai kejahatan profesional" ?

Saturday, May 8, 2010

One Day In Their Life - Pengantar

Meminjam judul salah satu lagu favorit saya dari si raja pop almarhum, "One Day In Your Life", namun kali ini saya tujukan untuk banyak orang, jadi "One Day In Their Life".

Siapa orang-orang ini ? Mereka adalah para profesional dan tokoh yang amat beruntung kenal saya… tepatnya saya yang amat beruntung bisa mengenal mereka. Suatu hari dalam kehidupan mereka saya coba 'intip' dan sajikan dalam suatu tulisan pendek serupa jurnal ringkas aktivitas harian mereka. Tentu tidak mudah meminta persetujuan mereka, dan atas alasan itulah saya memang tidak meminta secara khusus ijin mereka ha ha…

Mereka adalah rekan-rekan saya, kolega atau mantan kolega saya di perusahaan terdahulu, rekan kuliah baik di strata satu maupun di strata dua, teman diskusi di komunitas profesional maupun lingkup pergaulan sosial. Beragam latar belakang mereka, namun ada satu kesamaan : kesuksesan mereka. Mereka relatif sukses menurut ukuran saya. Dan dalam banyak hal saya memperoleh pencerahan atau bahkan pelajaran dari sikap hidup dan tindakan mereka. Pengamatan yang saya lakukan adalah dalam rentang waktu yang panjang, dan itulah yang ingin saya bagi ke Anda semuanya. Presenting : One Day In Their Life.

Have a nice read !

Saturday, April 10, 2010

Karyawan Sontoloyo (lagi) – part 2 : Disponsori Kantor ?

Thanks for being here here and stay tune. Karyo (karyawan sontoloyo) topic is back. Anyway, sebut nama Karyo koq saya teringat dengan lakon mas Karyo di sinetron seri popular Si Doel Anak Modern. Karakter mas Karyo memang menggambarkan kesontoloyoan dan sukses diperankan oleh Basuki pelawak alumnus pabrik tawa Srimulat.

Soal disponsori kantor, memang aneh, tapi nyata. Dalam bentuk apa kantor mensponsori anda ? Kita coba balik arah penerawangan kita. Mari kita bayangkan kita memulai suatu usaha dan otomatis ada tiga pertanyaan umum yang muncul : dimana lokasinya ? siapa pengelolanya ? bagaimana kita bertransaksinya ? Satu per satu kita coba telisik. Menyewa lokasi adalah yang paling umum. Di daerah tempat tinggal saya di kawasan cipete, ruang usaha minimalis ex garasi ukuran 3 x 5 meter sudah bernilai Rp 15 juta per bulan, hanya ruangan plus gembok thok. Itu pun belum dirapikan dan masih kumuh, apa adanya banget.

Lalu pengelola usaha, tetangga saya kemarin buka usaha laundry kiloan di dekat rumah sini dan pekerjakan tiga pemuda tanggung putus sekolah. Selain sediakan makan siang, uang saku Rp 25 ribu per hari harus dibayar, plus gaji pokok sebesar Rp 400 ribu per bulan per orang. Artinya total pengeluaran sekitar Rp 1 juta per orang jika masuk 24 hari sebulan (di luar free lunch). Media transaksi, teman saya tersebut beli cash register bekas di Pasar Saharjo dekat Tebet plus aneka pernak pernik per-kasir-an total senilai Rp 2,3 juta sudah sekalian pasang. Jadi modal awal untuk sewa dan mesin kasir adalah Rp 17 juta lebih karena sewa harus dibayar di muka.

Bandingkan dengan usaha seseorang kawan yang saya kenal baik. Menjalankan usaha penjualan pernak pernik asesoris dan daster dari kampungnya di Bali, ia menghabiskan seminggu bergadang membangun toko virtual di internet, membeli space dan domain yang dibayarnya kurang dari Rp 300 ribu untuk setahun, serta melakukan perjalanan ke kampung halamannya saat berhari raya untuk mengembangkan jaringan. Diperoleh empat supplier utama, kesemuanya teman bermain saat kanak-kanak yang kurang beruntung untuk melanjutkan pendidikan. Lalu diperoleh mitra untuk melakukan delivery. Cukup dengan e-mail atau SMS maka mitra tersebut bersedia menjemput barang yang akan dikirim di supplier dan mengirimkannya. Tagihan dikirimkan setiap dua mingguan dan langsung ditransfer via ATM.

Dimana ia menetapkan domisili usahanya ? Saat ditanya dia nyengir. "Ada di tiga tempat. Di hape saya, di awan sana (internet maksudnya) dan di sini (sambil menunjuk jempol kakinya)". Maksudnya ? Ya kantor itu lah lokasi usahanya. Order diforward ke alamat e-mail yang khusus dibuatnya dan ke alamat e-mail kantor, sehingga 24 jam sehari bisa memantau order dan melakukan follow up segera. Untuk mengawasi toko, layaknya pemilik toko, jam istirahat dimanfaatkan untuk menelusuri internet dan memeriksa toko virtualnya.

Masalah komunikasi ? Hari begini, modal hape dual SIM sudah cukup. Fax ? Jarang dibutuhkan, kalaupun terpaksa, kantor tempatnya bekerja sudah menyediakan fax tersebut. Terakhir, pencetakan slip atau kwitansi, bukan hal sulit. Kantor tempatnya bekerja sudah menyediakan PC plus printer. Umumnya dokumen-dokumen tersebut dikirim melalui e-mail. Jikalau pun terpaksa, cukup dicetak di printer. Ia sudah menyediakan kertas kop khusus. Lalu dikirimkan via kantor pos kecil di basement gedung kantornya bekerja. Praktis. Tidak ada biaya tetap (fixed cost) dan tidak ada investasi awal yang menggetarkan jiwa. Ide dan kreativitas modalnya.

Berapa omzetnya ? Bulan pertama "hanya" dua belas juta Rupiah saja, sekitar dua kali gajinya. Di bulan ke enam, sudah mulai stabil di angka dua puluh lima hingga tiga puluh juta Rupiah. Mana cukup untuk bayar sewa, pegawai, sediakan makan siang dan uang saku, lalu urus aneka peralatan kantor ? Untung dapat sponsor. Kantor tempatnya bekerja.

Karyawan Sontoloyo

Kata "Sontoloyo" cenderung bernuansa negative mengikuti kaidah bahasa Jawa. Itu bisa berarti orang yang aneh, menyebalkan atau justru payah dalam konteks kualitas kerja atau tindakan yang rendah. Tentu karyawan sontoloyo dapat diartikan sebagai karyawan yang payah, menyebalkan atau aneh. Istilah ini saya peroleh dari Edi, seorang superkocak yang memperoleh berkah luar biasa dari Yang Maha Kuasa berupa kesempatan menjadi boss saya selama dua tahun lebih. Saya memperoleh pemahaman yang berbeda atas kata sontoloyo dan frase karyawan sontoloyo dari beliau.

Kalau saya tidak salah, frase itu diperolehnya dari suatu buku saku mengenai tips dan trik menjadi karyawan yang bermental survivor di lingkungan dunia kerja yang serba semrawut dan penuh hipokrisi. Saya sempat membaca beberapa halaman, dan langsung dapat mengamini kiat-kiat yang disampaikan. Tapi Boss Edi, mencoba memperluas pemahamannya atas frase tersebut, menjadi "karyawan yang bukan cuma survive di dunia kerja yang semrawut dan boss yang menyebalkan, tapi juga aman secara finansial dan independen atas ketergantungan terhadap perusahaan dalam konteks harga diri maupun kontribusi". Njlimet ? Tidak kok….

Kami banyak berdiskusi sesudahnya, dan memang hanya beliau yang melakukan langkah nyata, kerja sesantai mungkin, tidak ambisius, mengalir bagai air, dan menumbuhkan gairah serta kreativitas luar biasa untuk berkarya di luar kantor, sebagai trainer, pengusaha kecil dan konsultan. Dia menjadi amat sontoloyo bagi para boss yang merasa dia bisa memberikan 200% dari kontribusinya saat ini ke kantor. Tapi dengan apa yang sudah diberikannya pun ia berargumen bahwa sudah sesuai target. Lalu apa yang akan saya dapat jika saya berikan 200% ? Lebih besarkah yang diberikan perusahaan, atau lebih besar hasil investasi waktu dan ide di luar kantor ?

Dia benar. Sepenuhnya benar. Apapun model bisnisnya, perusahaan adalah wujud kapitalisme. Bukankah mendirikan perusahaan wajib menyetorkan modal ? Dan modal dalam sejumlah bahasa asing disebut 'Capital' ? Tentu pemilik modal akan memberikan remunerasi dan kompensasi kepada pekerjanya, orang-orang yang mengurus perusahaan dan menjalankan usahanya. Namun, tentu tidak akan terpikir sedikitpun untuk menempatkan profitabilitas pekerjanya di atas prioritas profitabilitas pemilik modal. Dalam arti, secara bahasa sederhana disebutkan "tidak akan bisa kaya sekali jika menjadi pegawai". Kecuali, ini baru ketahuan akhir-akhir ini, jika anda menjadi pegawai Pajak dan suka menyelewengkan wewenang anda tentunya.

Maka, mulailah berpikir sesuatu dan menimbang untung rugi untuk seia sekata dan membaktikan seluruh diri anda, kreativitas dan ide anda, semangat dan gairah anda, waktu dan fokus anda, kepada perusahaan. Namun, ada cara yang smart dan ringkas ketimbang anda harus wujudkan perusahaan anda sendiri. Tulisan saya berikutnya akan menjelaskan, bagaimana perusahaan anda sekarang menjadi "sponsor" dari pendirian usaha baru milik anda. Usaha yang 100% milik anda, anda kendalikan sepenuhnya, anda raup seluruh profit yang dihasilkan, dengan pengorbanan yang seminimal mungkin karena adanya sponsor.

So, just be there and we will be right back after a cup of coffee. Stay tune.

Friday, March 26, 2010

kegarongan, indikator kredibilitas boss?

Aneh ya judul posting kali ini ? Kegarongan koq menjadi indikator kredibilitas boss... tapi ini nyata lho

Jadi ceritanya salah satu mantan boss saya, sikap dan kelakuannya lumayan jumawa di puncak karirnya sejak dulu, habis kerampokan. Saya gak mau saingi pak BHD yang luar biasa sigap menyimpulkan kasus walaupun baru saja terjadi, bukan itu. Yang mau saya soroti adalah reaksi kawan-kawan saya, mantan anak buahnya atas nasib buruk yang menimpa si ex boss. Ada beberapa reaksi yang saya tangkap dari korespondensi dengan mereka melalui aneka media, SMS, facebook, telepon, maupun bertemu langsung.

"Moga-moga dia seneng sekarang udah jadi selebritis masuk tivi dan tampil berkali-kali", itu reaksi pertama. Saya dapatkan dari seorang kawan yang pernah diambil idenya dan tidak memperoleh kredit sama sekali atas upaya dan ide cemerlangnya. Diucapkan sambil tersenyum ringan disertai doa semoga mantan bossnya senang karena sudah jadi "selebriti".

"Weisss... kereeeeen, siapa tuh yang ngrampok ? Hebat euy bisa milih korban yang pantes dirampok", kata reaksi kedua via SMS. Saya dapatkan dari seorang kawan yang ditindas selama 3 tahun berada di bawah kekuasaan si boss. Pekerjaan dinilai biasa-biasa saja, tapi hasil kerjanya diusung kemana-mana. Aneh ya ? Tidak heran dia tampak mengapresiasikan hasil pantauan si perampok terhadap korbannya. Padahal sih saya yakin 100% kalo si perampok melaksanakan aksinya semata-mata melihat potensi harta benda si korban, bukan perangai si korban...

"Yaaaah kasian, kenapa cuma dirampok?", reaksi ketiga, dari seorang rekan perempuan yang dipaksa makan hati, tanpa ampela tentunya, oleh si ex boss. Kelihatannya sebagai wanita dia membatasi komentarnya tapi bagi saya cukup tergambar luka hatinya.

Saya hanya sampaikan tiga dan tentu masih ada sekian komentar lain yang serupa dan senada. Sebagai seorang karyawan, yang juga seorang boss, dan tentunya seseorang yang menjadi bagian dari suatu komunitas profesional, secuil fakta itu cukup menggambarkan kredibilitas si boss. Tentu, cukup menggambarkan juga interaksi si boss dan si karyawan. Dan pastinya dapat diramalkan produktivitas dan efektivitas hubungan kerja yang dibangun.

Saya pun mulai yakin, salah satu penyebab bisnis perusahaan yang dipimpin si boss cenderung stagnan hingga usianya yang ke tujuh adalah si boss itu sendiri. Being not credible in one area, you may lose credibility in other area.