Thursday, July 28, 2011
Titik Balik
Bagi rekan-rekan semua yang beragama Islam tentu saya yakin tengah mempersiapkan diri untuk menyambut bulan suci Ramadhan seperti saya dan keluarga, ijinkanlah sembari berbagi pandangan dan ide melalui tulisan ini saya sampaikan permohonan maaf yang setulus-tulusnya disertai doa dan harapan agar amal ibadah kita selama bulan suci Ramadhan diterima oleh Allah SWT.
Kepada rekan-rekan lain yang bukan pemeluk agama Islam, mohon maaf jika tema tulisan kali ini sedikit bersentuhan dengan tema Ramadhan, namun sesungguhnya yang akan saya bagi melalui tulisan ini adalah mengenai suatu "turning point". Titik balik. Suatu hal biasa sebenarnya, dan saya rasa semua orang mengalaminya dalam bentuk dan konteks yang berbeda-beda. Entah mengapa, khusus bagi saya, hal ini nyaris selalu berkaitan dengan datangnya atau berakhirnya bulan suci Ramadhan. Semoga dengan penjelasan ini Anda berkenan untuk melanjutkan membaca tulisan edisi ini.
Saya merasakan bahwa adanya bulan suci Ramadhan bagi umat Islam ditujukan untuk menjadi turning point. Saya pun memiliki keyakinan, bahwa di agama lain akan ada pula momentum sejenis, yang diharapkan menjadi turning point bagi umatnya untuk menjadi umat yang lebih baik dari masa sebelumnya. Khusus mengenai diri saya, turning point tersebut terkait dengan sesuatu yang dikatakan sebagai suatu "Rahasia Illahi", perihal lahir, mati, jodoh dan rejeki.
Suatu ketika saat hendak menyambut kedatangan bulan suci Ramadhan menjadi suatu titik terendah dalam hidup saya selaku anggota suatu keluarga saat saya dan istri yang tengah hamil tua terusir dari rumah karena adanya perbedaan faham. Tanpa melawan dan tanpa merasa perlu memberikan penjelasan, tidak lah sulit bagi kami untuk melangkah keluar sesuai "amanah" yang disampaikan oleh orang tua kami selaku pemilik rumah. Entah kenapa hati ini terasa ringan sekalipun ada rasa galau, semata karena kami saat itu meyakini sesuatu yang benar.
Allah memang maha berkuasa dan maha melunakkan. Menjelang penghujung bulan suci Ramadhan itu, putra kami lahir, dan menyampaikan kabar gembira tersebut meluluhkan hati banyak orang yang sebelumnya merasa apa yang benar di lisannya sebagai pedang tajam yang bisa berkuasa atas hidup orang lain. Alhamdulillah kami panjatkan waktu itu bukan hanya atas kehadiran anggota baru di keluarga kami, namun hal itu menandakan sesuatu titik balik dalam relasi kami dengan manusia lain. Nikmat berupa kelahiran disusul dengan banyak nikmat lain berupa silaturahmi, maaf dan rejeki dalam berbagai bentuk.
Beberapa waktu kemudian, saya ingat, saya pernah panjatkan doa saya di suatu malam yang menyebutkan adanya titik balik tanpa saya mampu merinci apa yang saya harapkan tersebut. Rupanya sebagai manusia yang serba terbatas pengetahuan dan kuasanya, saya telah dituntun oleh yang lebih berkuasa dan lebih mengetahui, bahwa sudah ada rencana bagi kami, dan dalam sekejap semua hal berbalik arah sekalipun kami tidak mampu merinci hal-hal tersebut.
Alkisah, beberapa tahun sebelumnya, kami alami hal serupa. Kali itu soal terbelit hutang karena cobaan beberapa bulan sebelumnya, saat putra kami terlahir dalam keadaan sakit dan tidak sempurna. Biaya yang harus ditanggung demikian besarnya sehingga kami harus berhutang. Dan suatu beban luar biasa bagi kami untuk menanggung hutang tersebut. Doa sederhana yang saya panjatkan menuntun kami ke suatu arah dan mendadak kami tersadar bahwa hutang tersebut telah lunas hanya beberapa hari sebelum takbir hari raya berkumandang. Alhamdulillah...
Masih terlalu banyak hal-hal yang dapat kita kemukakan sebagai contoh. Namun inti yang menarik bagi saya adalah, begitu sedikit dari kita yang meminta titik balik, sekalipun begitu mudah Allah kabulkan permintaan kita akan titik balik tersebut. Kepemurahan Allah tersebut ternyata tidak sebanding pula dengan itikad dan niat kita untuk melakukan titik balik dalam menjalani kehidupan kita. Seringkali titik balik yang dilakukan bersifat semu dan "mempermainkan" Allah.
Lihatlah contoh berikut : berita di koran sampaikan bahwa selama bulan suci Ramadhan panti pijat dan aneka tempat hiburan malam dilarang beroperasi. Artinya, panti pijat dan aneka tempat hiburan malam adalah suatu hal yang tidak baik, suatu hal yang harus dihindarkan dan suatu hal yang terlarang. Titik balik telah dikumandangkan menyambut dan menghormati bulan suci Ramadhan. Tapi setelah itu kembali "normal". Ini lah yang saya sebut mempermainkan Allah.
Ironi lain adalah stasiun televisi nasional ramai-ramai berubah haluan dengan siarkan aneka siaran bernuansa rohani dan syiar moralitas, luar biasa mulianya. Juga di aneka acara terlihat semakin santun dan sopan, dengan busana yang tertutup dan penuhi kaidah kesopanan timur dan Islami. Sejumlah siaran yang sejak lama dikeluhkan karena mistis, dekat dengan judi, sadistis, dan tidak sesuai kaidah kesopansantunan menjadi hilang dari peredaran. Artinya, mereka para pelaku bisnis pertelevisian nasional sudah tahu persis bahwa hal-hal yang mistis, dekat dengan judi, sadistis, dan tidak sesuai kaidah kesopansantunan adalah salah dan tidak layak disiarkan. Namun saya berani bertaruh berapapun besarnya, mereka akan kembali lagi siarkan itu semua setelah Ramadhan berakhir.
Yang sedih adalah yang sudah buruk sebelum Ramadhan, mentahbiskan diri menyongsong "titik balik" di bulan suci Ramadhan, dengan cara menjadi semakin buruk. Silakan Anda berjalan santai melalui kolong jembatan Semanggi.. Anda akan temui wajah-wajah sangar petugas Polisi yang menangkapi pengendara mobil dan motor dan peras mereka. Semua tutup mata akan hal ini. Atau mudah sekali ditemui saat Anda iseng nongkrong di dekat areal jembatan timbang... petugas LLAJR semakin menggila dan bahkan truk kosong pun dikatakan "melampaui batas muatan" sehingga harus "didenda".
Lanjut lagi, silakan datang ke tempat perpanjangan SIM, STNK, atau kantor pembayaran retribusi... semakin terlihat peran kita disana sebagai mangsa. Jangan lupakan tempat bernama pengadilan, kantor kelurahan dan kantor kecamatan... akan muncul perasaan yang sama. Bahkan Anda mungkin akan disapa dengan "sudah mau Lebaran nih". Saya pernah mendengar seorang pejabat publik pernah mengundang pengusaha-pengusaha untuk acara "Buka Puasa Bersama" dan agenda tunggal acara tersebut selain berbuka puasa adalah pidato singkat sang pejabat yang menekankan "Pemerintah sudah tetapkan THR itu wajib dibayarkan lho...". Nah lho, sang pejabat yang berkuasa atas suatu ijin tertentu meminta THR kepada para pengusaha yang membutuhkan ijin darinya....
Rekan-rekan, saudara-saudari semua, mari kita jadikan momentum suci di depan kita sebagai titik balik, tidak dengan daya upaya sendiri tapi dengan bantuan dari Allah yang maha kuasa dan maha berkehendak. Kita penuhi seruanNya agar hari ini lebih baik dari hari lalu, dan hari esok lebih baik dari hari ini. Dan jadikan diri kita sebagai katalis bagi titik balik orang lain. Jika mampu dengan perbuatan, jika terasa berat bisa dengan perkataan, jika masih berat bisa kita sumbangkan pikiran kita, dan jika masih terlalu berat hendaknya diri kita bertahan untuk tidak menyetujui hal yang salah dan bathil.
Selamat menunaikan Ibadah Puasa Ramadhan, semoga Allah subhanahu wa ta'ala memudahkan jalan kita beribadah dan menerima semua amal ibadah kita. Amiin.
@katjoengkampret | katjoengkampret@aol.com
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment