Friday, March 2, 2012
Apa yang akan muncul di Google saat ketikkan nama Anda ?
Pernahkah Anda terpikirkan apa yang Anda akan harapkan muncul pada saat seseorang mengetikkan nama Anda di google ?
Pertanyaan ini begitu menggelitik. Saya bahkan baru saja menyadarinya saat membaca artikel ini di suatu media online, dan artikel itu kebetulan mengkaitkan pertanyaan itu dalam konteks job hunting. Saya pun tersadar, hal sederhana ini bisa jadi suatu hal besar lho. Tidak percaya ?
Saya sendiri barusan mempraktekkan hal tersebut, penasaran juga soalnya. Saya coba ketikkan nama saya di Google dan ternyata yang tampak di halaman pertama pada 10 item teratas adalah profil saya di LinkedIn, lalu profil saya di twitter, kemudian halaman rekomendasi atas suatu proyek yang saya buat di masa lalu yang muncul di suatu halaman web milik partner saya tersebut (yang mana ini suatu nilai plus ya untuk saya) dan beberapa karya tulis ilmiah yang pernah saya terbitkan di kampus maupun saat saya menjadi pengajar dan peneliti paruh waktu di suatu PTS. Alhamdulillah... lega juga saya memperoleh temuan tersebut.
Saya coba beralih ke nama keponakan saya yang masih duduk di bangku SMP, dan surf di Google. Ngeri juga saya membaca bahwa top 10 item yang muncul di halaman pertama adalah komen anak tersebut di suatu mailing list yang anggotanya banyak, kemudian posting dirinya di twitter, facebook dan suatu forum. Menurut saya pun ada beberapa wording yang kurang pas dari apa-apa yang saya baca tersebut untuk anak berusia 14 tahun. Tapi oke lah, masih bisa diperbaiki, namun saya seram juga rasanya membayangkan jika temuan serupa kita dapati dari pencarian atas seorang kandidat yang melamar di perusahaan kita.
Pernahkah Anda mendengar pemeo yang menyebutkan bahwa reputasi adalah 50% dari konten cerita keberhasilan kita ? Barulah 50% sisanya hasil kerja kita yang nyata dan aneka hal lain. Sederhana saja, untuk situasi Anda membutuhkan pembantu paruh waktu untuk menyeterika baju baju di rumah Anda, sudah hampir pasti Anda tidak akan mengecek hasil kerja berupa baju-baju yang pernah diseterika si kandidat, melainkan mencari tahu mengenai apa orang bilang tentang si kandidat.
Setidaknya, saya membayangkan, ilustrasi tersebut juga berlaku untuk 3 area penting lho dalam hidup kita. Apa saja ?
Satu, mencari pekerjaan. Saya berpikir di era lautan informasi seperti sekarang ini, dipadukan dengan semakin mudahnya melakukan personifikasi diri melalui berbagai cara, maka semakin tidak mudah juga mencari kandidat yang baik dan (terutama) bisa dipercaya untuk suatu posisi. Sudah banyak dibicarakan di aneka forum, dan saya termasuk yang mempercayainya, untuk mengecek kredibilitas dan bahkan jika memungkinkan memperoleh personifikasi atau karakter dari seorang kandidat melalui pencarian di internet. Social media, konten di mailing list, bahkan online profile yang muncul seperti di LinkedIn, bisa menjadi suatu petunjuk penting. Untuk suatu posisi yang membutuhkan kematangan dan kemampuan untuk mengelola informasi rahasia, apa yang akan Anda pikirkan sebagai rekruter jika mendapatkan si kandidat berkicau di social media bahwa "perusahaan tempat saya bekerja memang tidak becus dalam mengelola pegawai sampah" ? Tentu Anda akan puyeng sendiri saya jamin.
Dua, mencari fasilitas perbankan. Ini juga suatu probabilitas dari praktek di masa yang akan datang, terutama untuk screening di fasilitas perbankan retail, misalkan kartu kredit, kredit tanpa agunan dan kredit kepemilikan rumah. Saya percaya, dunia perbankan akan memperbaiki praktek-praktek mereka saat ini, termasuk dalam hal cara mereka menggaet nasabah dan melakukan rating terhadap calon nasabahnya. Salah satu yang mudah, ampuh dan bisa jadi amat akurat adalah pemantauan di internet. Anda seorang credit analyst dan semua tampak oke dari data calon nasabah, dan justru karena terlalu oke maka biasanya ada masalah di belakang itu semua. Tapi Anda tidak berdaya untuk membuktikan kekhawatiran Anda hanya atas dasar data yang diberikan nasabah ke bank. Hendak survey ke tempat tinggalnya dan lakukan pengamatan ala James Bond tentu perlu waktu, biaya dan usaha. Lalu bagaimana jika Anda ketikkan nama nasabah tersebut di google dan dapatkan ia berkeluh kesah mengenai dia dikejar-kejar penagih utang dari mantan perusahaan tempatnya bekerja ? Atau ada informasi di suatu mailing list bahwa si calon nasabah menggelapkan uang dan agar para anggota mailing list berhati-hati ? Saya yakin, Anda akan tersenyum bahagia dan yakin dengan keputusan Anda.
Tiga, bermitra bisnis. Banyak pola kemitraan bisnis yang terbuka saat ini, menyebut beberapa diantaranya adalah kemitraan perseorangan, model supplier-producer, kerjasama pemasaran dan penjualan, franchise, MLM dan membership. Tidak penting apapun polanya, satu hal yang pasti : kemitraan membutuhkan kepercayaan dan transparansi antar pihak untuk dapat membangun rasa saling percaya. Misalkan Anda membangun usaha dengan calon mitra yang tampak oke dan prospektif. Seperti uraian di atas, Anda menemukan riwayat mengemplang utang, atau melarikan dana orang lain, atau terindikasi penipuan, atau malah sekedar berkicau ria dengan networknya mengenai kejelekan orang lain. Apa yang akan Anda pikirkan dan putuskan ? Saya tidak yakin Anda akan bertahan dengan kadar kepercayaan sebelum Anda menemukan informasi-informasi tersebut.
Mari ber-googling ria dan pastikan diri kita tampil di layar mbah Google dalam bentuk informasi positif dan konstruktif atas diri kita. Dan pastikan kita memperoleh manfaat dengan aliran informasi dari Google untuk perbaikan pengambilan keputusan yang akan kita lakukan di masa mendatang.
on twitter @katjoengkampret | e-mail : katjoengkampret@aol.com
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment