Friday, September 30, 2011
Menjadi Entrepreneur Dalam Profesi
Selamat Pagi !
Saya hendak berbagi pengalaman dan hasil pemikiran saya setelah mengikuti kuliah umum yang diberikan oleh seorang entrepreneur global di Jakarta beberapa bulan lalu melalui download video di Internet. Menarik sekali bahwa beliau tidak menganjurkan semua orang untuk menjadi wirausaha (entrepreneur), namun mewajibkan semua orang memiliki jiwa kewirausahaan (entrepreneurship) untuk diaplikasikan dalam banyak aspek dalam hidup.
Kuliah umum itu sendiri dilakukan atas sponsor suatu bank nasional terkemuka dan audiens dari event tersebut juga mayoritas pejabat dan officer dari bank tersebut. Sangat menarik untuk dicermati bahwa kedua gagasan yang disampaikan menjadi amat relevan dengan fenomena yang terjadi di sekitar kita yang muncul seperti "membius" banyak orang dan bahkan telah memakan korban dalam bentuk kawan-kawan kita yang salah ambil keputusan.
Saya memiliki banyak kawan dan kenalan yang melambung tinggi setelah pindah kuadran menjadi entrepreneur. Namun jauh lebih banyak rekan-rekan yang remuk redam, kehilangan harta dan harga diri serta karier karena salah pilih jalan menjadi entrepreneur. Dan jeleknya lagi, mayoritas yang sukses seolah mencibir halus dengan ungkapan "tidak seharusnya mereka menyerah begitu mudah...". Apakah mereka benar-benar mengetahui pokok permasalahannya serta lika-liku mereka yang gagal tersebut ? Sangat tidak simpatik menurut saya dan arogan. Karena saya percaya, ada faktor lain selain sekedar semangat pantang menyerah yang menjadi penentuk kesuksesan berwirausaha. Dan kuliah umum itu telah menyadarkan saya akan kadar kebenaran dari apa yang saya pikirkan tersebut.
"Menjadi entrepreneur itu suatu pilihan, bukan takdir", tuturnya. Dan karena ini adalah suatu pilihan, maka harus dipikirkan secara matang akan hal-hal yang menjadi aspek pendukung maupun penghambatnya. "Aspek-aspek ini lah yang sebenarnya takdir", demikian kesimpulan darinya. Disebutkan, aspek seperti "tidak punya modal", "takut mengambil resiko" dan "tidak pandai bergaul" adalah contoh takdirnya. Dan ini yang harus diakali, bukan dalam rangka ingin menjadi entrepreneur, namun karena mengarungi hidup dengan aman dan nyaman memerlukan kualitas-kualitas tersebut.
Lalu mengapa kita harus memiliki semangat dan jiwa kewirausahaan jika kita memang telah tentukan diri kita untuk tidak menjadi seorang wirausahawan ? Inilah trik utama dalam hidup menurutnya. Semua aspek dalam kehidupan adalah berwirausaha pada hakekatnya. Karena olehnya dirumuskan bahwa wirausaha adalah menyangkut tiga hal saja, yaitu :
(1) pemanfaatan sumber daya dengan cara mentransaksikannya sehingga memperoleh surplus atas benefit terhadap cost ;
(2) pengelolaan potensi dan resiko sehingga memperoleh peluang yang terukur ; serta
(3) kemampuan untuk mengelola kedua poin tersebut secara bersama-sama, berkesinambungan dan tetap menguntungkan.
Benar juga. Jika kita perhatikan, da'i A atau motivator B atau konsultan bisnis C atau pakar franchise D, saya berkeyakinan bahwa belum tentu mereka konsisten dengan apa yang disampaikan. Belum tentu si da'i A menjalankan ajaran-ajaran yang disampaikannya, who knows ? Belum tentu juga motivator B tidak pernah putus asa dan selalu optimis seperti tampak di aneka media. Belum tentu pula konsultan bisnis C memiliki bisnis sendiri yang selalu gilang gemilang tak pernah anjlok. Apalagi pakar franchise D, bisa jadi kita akan temukan fakta bahwa yang bersangkutan tidak pernah memiliki franchise apapun. Tapi mereka semua memiliki satu kesamaan : semangat dan jiwa kewirausahaan !
Semangat dan jiwa kewirausahaan lah yang menjadikan mereka menyusun strategi untuk tampil konsisten di media, memilah aspek dari diskusi dan ajaran yang disampaikan agar mampu "menjual" dan "membius" banyak orang. Mampu menformulasikan kata-kata dan ajaran yang disampaikan agar dapat memberikan benefit bagi orang lain sehingga akan muncul "ketergantungan" pada figur mereka sebagai "juru selamat" untuk bidang masing-masing, serta membangun brand strategy atas nama dan figur mereka sebagai "orang yang paling ahli di bidangnya", padahal belum tentu kan ?
Dalam bekerja, jika ini memang pilihan kita, dan kita ditakdirkan untuk memiliki kelebihan serta kekurangan yang akan paling sesuai untuk diimplementasikan di dunia kerja, maka lakukanlah dengan profesional dan tidak setengah-setengah. Jangan tergoda untuk pindah lahan, jika sekedar ingin mencoba silakan saja namun jangan coba-coba tidak bertanggung jawab, karena tidak akan diperoleh manfaat maksimal dari eksperimen kita.
Pastikan kita menjadi "wirausaha dalam profesi kita", dengan melakukan langkah-langkah sesuai prinsip-prinsip di atas dan contoh-contoh di atas. Kita harus membangun merek dan reputasi diri kita sendiri : Nama saya ABC, saya pengalaman X tahun di bidang Y dan ahli dalam aspek pengelolaan Z. Kita juga harus mampu memilah-milah keahlian inti (core competence) untuk dijual dan dijadikan bahan ketergantungan orang akan potensi dan value diri kita sendiri : Nama saya ABC, saya berpengalaman dan ahli dalam mengelola aspek Z dan sudah saya implementasikan dengan sukses di N perusahaan selama kurun waktu X tahun sehingga saya berharap bisa membantu perusahaan untuk mencapai peningkatan sebesar Q persen melalui keahlian saya.
Jika kita harus membuat suatu check list, maka yang harus kita lakukan sekarang ada;ah :
(1) menentukan kualitas diri kita yang akan dijadikan sumber daya untuk di-"wirausaha"-kan di profesi kita (reputasi, pengalaman, keahlian khusus, sertifikasi, jaringan kerja etc.) ;
(2) menentukan lahan dan metode untuk memperoleh surplus benefit atas cost jika sumber daya yang telah kita susun tersebut kita pasarkan dan kita "jual", tentukan berapa nilai jual yang layak dan menguntungkan (gaji, fee, compensation, kontrak etc.) dan tentukan berapa besar pengorbanan yang harus kita keluarkan untuk merealisasikan hal tersebut (waktu, tenaga, pikiran, emosi, proses belajar etc.)
(3) membuat daftar potensi resiko serta ancaman dan potensi pengembangan atas aktivitas yang kita akan lakukan, misalkan kemungkinan pesaing, kemungkinan keahlian kita digantikan oleh mesin atau teknologi, kemungkinan penyusutan nilai jual keahlian kita, kemungkinan kita mengembangkan keahlian kita dengan teknologi informasi sehingga memiliki nilai tambah bagi pengguna jasa kita atau perusahaan yang mempekerjakan kita dsb.
(4) Keahlian apa yang kita butuhkan serta siapa-siapa saja yang bisa menjadi mentor kita agar kita memperoleh kemampuan untuk mengelola potensi, resiko, benefit dan cost dari apa yang akan kita lakukan secara terus menerus, konsisten, dan menguntungkan.
Sepertinya saya sudah bicara terlalu banyak pagi ini, semoga tidak membosankan rekan-rekan semua. Saya akan sambung suatu waktu nanti dengan tulisan lain yang terkait mengenai pentingnya kita memiliki mentor ("pengajar") dan tormentor ("penghajar") untuk diri kita agar kita bisa sukses.
Salam sukses untuk Anda semua, semoga Anda melalui hari yang indah ini dengan semangat dan kebahagiaan. Selamat berakhir minggu juga ! Salam.
on twitter @katjoengkampret | e-mail : katjoengkampret@aol.com
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment