Sulit memang merumuskan apa yang akan membuat karir kita melesat, namun memang banyak pihak menunjuk pada attitude sebagai kunci sukses utama kita dalam berkarir. Pengalaman saya sendiri berkarir selama empat belas tahun di enam perusahaan dan di sebelas penugasan menunjukkan hal tersebut tidak sepenuhnya benar. Nah sekarang apa gak kurang orang yang ber-attitude bagus namun tersebar di rentang yang luas di jenjang karir ?
Dulu, waktu saya masih kecil dan bersekolah di SD, orang tua saya amat berseberangan. Ibu saya yang lulusan sekolah katholik mewarisi kedisiplinan yang menjadi ciri khasnya. Lakukan yang terbaik di semua bidang yang kau jalani, itu petuahnya. Sebenarnya sejak kecil saya sudah tidak sepakat dengan hal ini, mana mungkin saya Cuma manusia biasa, koq bisa jadi jawara di semua arena ? Jawaban muncul dari celetukan ayah saya, si jenius yang efisien dan smart. Beliau mengatakan pada saya "cukuplah kamu ahli di matematika dan bahasa Inggris, dengan modal dua itu kamu akan sukses". Sesederhana itu, beliau menjelaskan bahwa Bahasa Inggris adalah lingua franca, tiket untuk masuk ke pintu sukses di belahan dunia manapun melalui komunikasi yang baik, dan Matematika adalah tiket untuk memenangkan seleksi di jenjang manapun. Bener juga, mau masuk jurusan Teknik, Sastra, Arsitektur, Kedokteran bahkan Ilmu Agama sekalipun, maka kita akan harus melalui tes matematika…
Makin lama tentu makin gak relevan anjuran bapak saya tersebut, tidak sepenuhnya salah, namun tentu tidak mencukupi untuk bersaing di era sekarang. Maklum bapak saya udah berumur 67 tahun, ada kesenjangan tiga puluh hingga empat puluh tahun membentang dari eranya dengan era kita sekarang. Dari refleksi dan observasi, saya berpendapat, kesuksesan kita dalam berkarir ditentukan dari lima matra berikut ini :
Etika dan Etos. Sulit membayangkan ada orang sukses (di area apapun) tanpa adanya Etika dan Etos. Seorang kawan saya yang nyeleneh bilang "jangankan di dunia halal, di dunia haram aja ada etikanya, coba aja para waria dan PSK yang 'mejeng' di jalan, mereka tidak akan menyerobot 'klien' rekannya". Etika menjadi panji atau bendera yang berkibar untuk kapal reputasi kita. Motornya adalah etos kerja. Kawan saya itu nyeletuk lagi dan gak jauh dari dunia prostitusi, aneh ya ?) "tanpa etos yang bagus ya gak makan mereka, coba aja kalau gerimis dikit gak mau mejeng, ya nggak makan dan orang lain yang dapat langganan". Jangan sampai kita antipati dulu dengan ucapannya, tapi rasakan kebenaran dari celetukannya yang menyebalkan itu. Etos kerja adalah motor penggerak kapal reputasi profesional kita, yang siap digerakkan kemana saja. Etika dipadu dengan etos menjadikan suatu individu memiliki konsistensi dan integritas. Sulit menaklukkan seseorang yang memiliki kedua kualias itu dalam dirinya. Anda mau coba ? Silakan, anda akan kesulitan. Karena sesorang yang memiliki konsistensi dan integritas amat sulit digoyang. Dirinya amat fokus. Juga dirinya amat rendah hati dan terus mengasah diri demi mencapai apa yang dituju.
Kewirausahaan. Semangat kewirausahaan (dan tentunya kemandirian) menjadi komponen utama yang merintis deviasi antara seseorang yang sukses dengan kawanan besar yang tidak sukses. Menjadi pembeda antara "follower" dengan "leader", dan menjadi penggerak "si mandiri" dengan "si parasit". Isu satu ini amat sensitif terutama bagi pemilik badan usaha dan orang-orang dari bagian SDM, mereka cenderung antipati dan curiga "kalau semua orang jadi mandiri dan punya kemampuan wirausaha (entrepreneurship) gak ada yang mau kerja di kantor lagi dong?". Ini sungguh ironis dan fatal. Sulit memperoleh pemimpin yang mumpuni, businessman yang tangguh dan inisiator yang kreatif melihat peluang, jika semangat kewirausahaan dimatikan di suatu entitas. Visi kewirausahaan ini juga penting, mendorong seorang profesional ke batas dirinya untuk berpindah ke kuadran finansial lain, sehingga dengan sendirinya menjadikan dirinya sebagai lokomotif penggerak perusahaan, sebelum ia berpindah ke jalur lain. Sayang bukan jika ditiadakan atau tidak dipupuk ?
Manajemen Sumber Daya Manusia. Bapak saya pernah kasih nasehat di awal karir saya di suatu bank : "hidupmu akan lebih mudah jika yang kamu pimpin itu kambing, kamu cukup ikat mereka dan kasih rumput yang cukup, urusan selesai, tapi sayangnya anak buahmu manusia, dibuat kenyang pun tidak menjadikan masalahmu selesai, mereka punya ambisi, dahaga, keinginan dan kebutuhan". Celakanya, orang-orang yang berada di area SDM ini cenderung dipersepsikan (ataukah memang?) sebagai tiran, antek, gerecok dan perusak pesta. Seharusnya unit SDM menjadi agen perubahan, yang mentransformasikan sumber daya menjadi kapital. Itu konsep idealnya. Bagaimana jika sudah terlanjur memble ? Kunci ada di tangan anda, mau ikut memble atau mau maju ? Saya sih memilih maju. Maka dalam kepemimpinan saya, saya mentahbiskan diri saya sendiri sebagai boss, konsultan, mandor, trainer dan coach. Anak buah dan team saya harus terus menerus ditekan untuk naik ke tingkat berikutnya, terpenuhi kebutuhannya dan tersalurkan ambisinya. Tentu di koridor yang positif dan konstruktif. Saya berkeyakinan, orang-orang bertipe 'people manager' adalah mereka yang punya kans paling besar untuk sukses dan naik ke puncak ketimbang para technical savvy.
Komunikasi Efektif. Manusia diciptakan untuk berkomunikasi. Demikian salah satu peribahasa Yunani kuno yang pernah saya baca. Bisa jadi benar. Aneh ya rasanya membayangkan adanya manusia yang tidak berkomunikasi? Masalahnya, komunikasi ada ribuan atau bahkan jutaan variasi. Dan yang dibutuhkan untuk sukses hanya satu : komunikasi efektif ! Komunikasi efektif saya coba formulasikan sebagai komunikasi yang tepat sasaran, mampu menyampaikan pesan secara akurat dan pada konteks yang sesuai, yang menimbulkan efek positif dan menggerakkan. Berita buruk pun jika dikomunikasikan secara efektif dan konstruktif, akan berefek positif, dimana orang menjadi terlecut atau setidaknya menjadi pribadi yang lebih kuat. Pernah mendengar rohaniwan mengabarkan berita duka ? Caranya menyampaikan lah yang membuat perbedaan, memang tidak akan menghidupkan yang sudah mati, tapi mampu menjaga yang masih hidup untuk lebih kuat dan tegar. Atau pemimpin bisnis yang tetap tersenyum saat mengucapkan selamat bekerja di suatu kantor yang sedang terpuruk. Tidak akan merubah kondisi ekonomi memang, namun mampu menyampaikan pesan positif secara tepat ke sasaran, dan menggerakkan semangat positif dari pasukannya. Mau coba sendiri ?
Kepemimpinan. Ini adalah suatu masalah utama di negara kita. Demikian sulit mencari genuine leader. Bahkan presiden kita sendiri baru-baru ini dikritik seorang anggota TNI (yang haram mengkritik atasan secara terbuka) saking gemasnya dengan performa si presiden yang dianggap lemes. Strong leadership draws the difference. Itu benar. Coba padukan empat hal di atas, lalu rangkum dalam satu kata. Tidakkah anda akan berakhir dengan satu kata : kepemimpinan ? Kepemimpinan adalah suatu kualias nyata, yang tidak terlihat tapi terasa, tidak berbentuk tapi menggerakkan, dan tidak tergambar namun mudah dimengerti. Tidak ada pemimpin sukses yang kepemimpinannya tidak terasa di bawah, tidak menggerakkan pasukan secara konsisten, dan sulit dimengerti kemauan dan arahannya. Keempat hal di atas dirangkai dan dikunci oleh satu kualitas lain yang tidak tercantum di daftar ini : keteladanan. Berapa lama seorang pemimpin yang baik bisa bertahan dengan keteladanan yang buruk dan reputasi yang kacau ?
Anda tidak perlu kecil hati jika tidak memiliki semuanya. Untuk langkah awal, mulailah dengan dua atau tiga poin dulu. Asah dan pertajam kedua atau ketiga poin tersebut sebelum anda melangkah maju untuk meraih poin berikutnya. Kuncinya konsistensi dan integritas. Untuk itu, ada baiknya, anda mulai dengan meyakinkan diri anda, bahwa poin pertama, etika dan etos, sudah anda miliki. Begitu terjal jalan yang harus anda daki sekiranya kedua hal tersebut belum anda miliki.
[katjoengkampret@aol.com]
No comments:
Post a Comment