Thursday, June 23, 2011

15 Hal Untuk Mempertimbangkan Situs Social Media LinkedIn Untuk Pengembangan Karir


Rabu 22 Juni 2011

15 Hal Untuk Mempertimbangkan Situs Social Media LinkedIn Untuk Pengembangan Karir

Kehadiran social media sudah menjadi bagian dari gaya hidup mayoritas orang di kota besar terutama di kalangan anak muda, kalangan profesional dan masyarakat kelas menengah ke atas. Pilihan untuk berkiprah di social media world juga beragam, dengan Facebook (www.facebook.com) sementara menjadi pilihan utama di Indonesia. Di negara lain, pilihan bisa jadi tidak sama, contoh lah Malaysia yang justru menjadikan Friendster (www.friendster.com) sebagai pilihan utama atau Inggris yang justru menjadikan Twitter (www.twitter.com) sebagai pilihan utama.

Semua tentu sah-sah saja, namun sebaiknya kita ikut pula perhatikan trend, bahwa social media saat ini sudah dimanfaatkan untuk berbagai kekhususan, mulai dari marketing, branding bahkan job hunting. Sebuah social media, LinkedIn (www.linkedin.com) patut dijadikan telaah dan dipertimbangkan, terutama bagi para profesional dan para pencari kerja. Situs ini memang dikhususkan untuk menjadi social media yang "serius", tempat interaksi para profesional dari aneka disiplin ilmu, dan termasuk interaksi mengenai talent search serta expertise exchange.

Di situs ini, Anda dapat memperoleh kesan yang begitu kuat akan hal tersebut. Group diskusi dan interaksi begitu banyak dan dapat kita pilih sesuai minat kita. Juga terdapat kolom job vacancy yang secara gamblang menyebutkan adanya lowongan dan tentunya bersifat global. Seorang kawan bahkan memperoleh pekerjaan yang luar biasa bagusnya di suatu negara Eropa setelah sejumlah interaksi melalui situs ini. Seorang kawan lain bahkan bukan hanya pekerjaan namun juga memperoleh beasiswa yang memungkinkan dirinya memperoleh gelar Doktor sembari bekerja menjadi researcher dan tenaga akademis di negara Eropa lainnya. Secara umum, ada sejumlah feature yang menjadi unggulan dari LinkedIn untuk dipertimbangkan oleh anda yang ingin mengepakkan sayap karir anda lebih lebar lagi. Apa saja ?

1.        Profile. Seperti halnya social media lainnya, Profile menjadi santapan utama. Disinilah kesempatan kita untuk "menjual diri" ke khalayak profesional. Dan atas dasar profile yang tersusun dari sejumlah field ini lah orang lain bisa melakukan search. Misalkan di profile anda dimasukkan perjalanan karir di bidang keuangan dan sebagai seorang Customer Service, yang mana umumnya setelah jadi maka profile anda akan terlihat seperti sebuah CV yang rapi. Jika ada orang hendak lakukan Search dan memasukkan keyword 'Finance' serta 'Customer Service' maka tentu nama anda bisa muncul di hasil search dan memberikan kemungkinan datangnya peluang baru ke anda.

2.        Inbox. Mirip seperti misalnya Facebook dan Friendster, ada inbox yang bisa digunakan untuk korespondensi, dan bagusnya adalah bisa dilakukan autoforwarding dengan email account yang anda gunakan. Jadi misalkan ada yang kirimkan suatu berita atau tawarkan pekerjaan anda melalui suatu pesan yang masuk ke inbox anda di LinkedIn, otomatis pesan tersebut akan masuk juga ke e-mail account pribadi anda. Jadi tidak ada peluang yang terlewatkan, bukan ?

3.        Connection. Ini sangat mirip dengan feature "Friends" di Facebook. Inilah jaringan anda di LinkedIn dan berbeda dengan Facebook yang cenderung masif (ada kawan saya yang daftar temannya di Facebook sampai ribuan, padahal dia bukan selebritis, sehingga membuka lebih dari satu account di Facebook.. ck ck ck ck..), di LinkedIn cenderung terseleksi dengan baik dan sudah dikelompokkan berdasarkan kemungkinan perkenalan yang dilakukan, misalkan ex kolega di perusahaan A, atau ex kawan sekelas waktu SMA.

4.        Colleagues and Classmates. Ini adalah feature yang amat membantu kita untuk terkoneksi dengan jaringan lama kita, baik di perusahaan tempat kita bekerja sebelumnya maupun rekan kita saat kuliah atau di sekolah. Karena sesuai uraian di atas dimana jaringan telah disaring berdasarkan suatu pengelompokan yang rapi, maka amat mudah bagi kita untuk melakukan Search. Misalkan Search dengan mengetikkan keyword "Utama Finance", maka ex kolega-kolega kita sewaktu bekerja di Utama Finance yang terdaftar di LinkedIn akan muncul. Hal ini juga bermanfaat untuk mencari rekan kita yang pernah bekerja di suatu perusahaan, karena kita cukup lakukan search melalui nama perusahaan tersebut.

5.        Who's Viewed My Profile ? Ini adalah suatu feature yang unik dan berguna jika kita hendak mencari suatu pekerjaan baru. Di feature ini akan cantumkan siapa-siapa saja yang telah mengakses profil anda di LinkedIn. Dengan demikian ini suatu quick statistics mengenai "seberapa menjualnya kah" profil anda jika memang anda niatkan untuk mencari kerja. Evaluasi dapat anda mulai dari bagian ini dan sejumlah kisah sukses mencari kerja melalui LinkedIn memang mengkonfirmasikan hal tersebut. Feature ini menjadi sparring partner anda yang akan berikan feedback secara langsung mengenai tingkat menjual dari profil.

6.        People Who Have Seen Your Profile Also Seen… feature ini sesungguhnya menyertai feature Who's Viewed My Profile. Disini anda akan diberi feedback bahwa orang-orang yang mengakses profil diri anda juga mengakses profil orang lain, misalkan si A, si B, si C dan si D. Ini selain menunjukkan seberapa menjualnya profil anda, juga secara langsung menjadi suatu benchmarking dari kualifikasi diri anda. Jika anda seorang Supervisor dengan keahlian di bidang financial control serta background akuntansi, maka hampir tidak mungkin di bagian ini muncul mereka yang berjenjang Direktur serta berasal dari bidang Sales dan berkualifikasi Teknik. Jika ini terjadi, inilah tanda profil anda membingungkan. Namun jika anda seorang Supervisor dan di bagian ini muncul para manajer untuk bidang yang sama, bisa jadi ini pertanda bahwa kualifikasi anda tengah diperbandingkan. Selamat!

7.        Recommendation. Ini adalah suatu bagian dari LinkedIn yang dinilai amat menarik karena memungkinkan anda meminta, menerima serta memberikan rekomendasi mengenai diri anda atau orang lain. Bayangkan di social media seperti ini ada suatu rekomendasi formal yang anda terima dari ex Direktur anda dan menyebutkan bahwa anda seorang pekerja yang handal, problem solver dan kolega yang konstruktif. Siapa yang hendak menolak anda ? Yang harus dijaga adalah kehati-hatian. It is not a place for bad words. Jadi jika ada seseorang yang anda tidak sukai atau anda tahu kualifikasinya buruk, Cuma ada dua pilihan : abaikan permintaan rekomendasinya atau lakukan hal yang 'netral' jika anda putuskan berikan rekomendasi. Jangan lupa, atas tiap rekomendasi yang anda berikan, bukan tidak mungkin seorang staff HRD akan hubungi anda untuk konfirmasikan rekomendasi yang pernah anda berikan pada seseorang. Sebaliknya, anda juga harus taktis dan berhati-hati dalam meminta rekomendasi. Mintalah rekomendasi pada orang yang kenal betul anda dan tahu betul kualitas anda, serta yang penting, orang itu harus memiliki pengaruh dan reputasi yang bisa membantu memperkuat nilai jual dan reputasi anda.

8.        Find Jobs. Ini adalah feature untuk pencarian lowongan pekerjaan yang diposting oleh para anggota LinkedIn yang lain, baik individu (umumnya dari kalangan HR atau konsultan) maupun dari member institusi. Ini cukup sederhana namun efektif, dan kredibilitasnya relatif baik karena memang telah tersaring dan para anggotanya pun relatif telah pula tersaring kredibilitasnya.

9.        Group. Ini feature seperti mailing list. Persis sama. Disini akan ada pertukaran ide, sumber informasi, diskusi dan bahkan ajakan kolaborasi di suatu proyek. Dengan mekanisme penyaringan yang ada, forum ini menjadi nyaman untuk diikuti dan relatif produktif bagi kita, baik untuk media mencari informasi pekerjaan maupun media untuk mencari ilmu.

10.        Discussion. Ini adalah sub feature dari group dimana lebih bersifat sebagai online forum. Umumnya diskusi yang dilakukan spesifik untuk suatu topik tertentu dan self moderated. Saya berpendapat bahwa feature ini amat berguna saat kita butuh suatu masukan atau opini akan suatu hal. Kita bisa launch suatu topik dan tanggapan positif dari member yang berminat akan segera muncul dari berbagai penjuru. Tentu menjadi bermanfaat bagi media perkawanan dan memperluas jaringan karena bukan tidak mungkin member LinkedIn yang belum masuk ke connection kita memberikan pendapat. Dari situ kita bisa invite untuk menjadi bagian dari jaringan connection kita.

11.        Social Media Link. Ini adalah feature yang menghubungkan LinkedIn dengan social media lain yang populer, utamanya adalah Facebook, Twitter dan MySpace. Dengan melakukan interkoneksi, maka update yang anda lakukan di LinkedIn, misalkan anda baru pindah kerja dan memperbaharui profil anda, maka update ini akan ikut muncul sebagai tweet anda di twitter dan status anda di Facebook. Menarik bukan ? Tentu kita pun harus berhati-hati dalam mempergunakan atau mengaktifkan feature ini agar tidak menjadi kontraproduktif.

12.        Suggestion : People You May Know. Ini adalah feature auto-suggestion dari LinkedIn yang merekomendasikan member-member lain di LinkedIn yang mungkin kita kenal. Saran ini diberikan atas dasar detail-detail yang tercantum di profile kita. Misalkan kita alumni Universitas X, dan ada member si A yang di profile-nya menyebutkan berasal dari Universitas X juga, maka LinkedIn akan memberikan saran bahwa si A itu mungkin adalah seseorang yang kita kenal.

13.        Suggestion : Jobs You May Be Interested. Sama seperti feature di atas, ini juga suatu auto-suggestion spesifik berdasarkan detail jenis pekerjaan yang pernah/sedang kita jalani, atau berdasarkan pada jenis keahlian atau kualifikasi akademis/profesional yang kita miliki. Misalkan kita seorang Auditor dan berijazah Akuntansi, maka saat seorang member lain memposting lowongan sebagai Senior Auditor atau memposting iklan mencari seorang konsultan Akuntansi, kedua posting itu akan direkomendasikan untuk kita.

14.        Suggestion : Groups You May Like. Ini pun masih sama, auto-suggestion yang ditujukan pada minat kita. Hal ini didasarkan pada detail di profile kita mengenai latar belakang akademis, profesional, hobby dan membership kita di suatu organisasi. Misalkan kita di profile cantumkan kita penggemar Sejarah dan menjadi member klub Fotografi, maka akan disarankan pada kita group dan diskusi dengan topik dan peminatan sejarah, fotografi, seni rupa, museum dan kebudayaan.

15.        In Site Applications, Ini adalah aplikasi yang bisa kita "install" di dalam account LinkedIn kita untuk memudahkan pekerjaan kita atau mengkoneksikan diri kita dengan member lain yang mempergunakan aplikasi yang sama. Mirip dengan feature games atau apps di Facebook. Beberapa aplikasi yang saya temui di account LinkedIn saya adalah : Box.net Files, Blog Link, Company Buzz, Company Insider, Creative Portfolio Display, E-Bookshelf, Events, GitHub, Google Presentation, Huddle Workspaces, Lawyer Ratings, Legal Updates, My Travel, Polls, Projects and Teamspaces, Reading List by Amazon, Real Estate Pro, SAP Community Bio, SlideShare Presentations, Tweets, WordPress.

Saya rasa sekarang sudah waktunya bagi kita untuk melirik LinkedIn dan sedikit mengurangi porsi chit chat yang tidak produktif di social media lainnya. Selamat mencoba !

Wednesday, June 22, 2011

Enam Hal Yang Tidak Disadari Dan Diketahui Oleh Karyawan Saat Indisipliner Atau Membangkang


Rabu, 22 Juni 2011

Enam Hal Yang Tidak Disadari Dan Diketahui Oleh Karyawan Saat Indisipliner Atau Membangkang

Kita semua pasti pernah menyaksikan sendiri, mendengar secara tidak langsung, mengalaminya sendiri sebagai atasan dan bahkan mungkin melakukannya sebagai bawahan, suatu tindakan dan perangai tidak terpuji berupa tindakan indisipliner atau sikap membangkang, baik kepada atasan maupun kepada peraturan perusahaan.

Kedua hal itu sejatinya menjadi salah satu masalah yang umum dihadapi oleh setiap pemimpin dan manajer, di manapun, kapanpun dan dalam organisasi apapun. Penyebabnya bisa salah satu atau gabungan dari aneka faktor : mentalitas yang kurang baik, iklim kedisiplinan organisasi yang memang buruk, aspek kontrol di organisasi yang tidak berjalan baik, kepemimpinan yang lemah, hingga situasi kerja yang secara umum memang tidak kondusif.

Apapun itu, kedua tindakan tersebut tidak lah pernah dapat diterima dan memperoleh pembenaran atas alasan apapun. Kita tidak membahas aspek ini secara lebih jauh, namun mencoba untuk mengkaji mengenai hal-hal yang secara umum tidak terpikirkan, atau bahkan memang tidak diketahui sama sekali oleh para staff yang melakukan tindakan indisipliner atau menunjukkan sikap membangkang tersebut. Apa itu ?

Satu, tindakan buruk atau sikap buruk itu menular dan si inisiator akan mudah ditunjuk sebagai provokator atau pihak yang bertanggung jawab atas perilaku buruk yang terjadi di sejumlah staff lain karena mencontoh tindakannya. Cap buruk ini akan mudah melekat, dan sulit lepas karena menimbulkan antipati serta membuat ngeri manajer karena potensial menjadi tambahan pekerjaan yang tidak perlu. Akibatnya : sulit memperoleh promosi, sulit memperoleh referensi dan sulit memperoleh rekomendasi. Termasuk saat hendak mencari kerja di tempat lain, karena jamak personil HRD akan mencari tahu siapa kita ke perusahaan kita sebelumnya.

Dua, tindakan buruk dan sikap buruk itu cenderung lebih merusak ke dalam daripada keluar. Saat kita menjadi 'bad guy', bisa jadi mayoritas orang akan mengabaikan kita dengan memberi cap 'tidak dewasa' atau 'biang kerok' sehingga langkah termudah adalah menghindari kita. Namun, sebenarnya justru diri kita lah yang lebih merugi, karena efek kerusakannya lebih dominan terhadap diri kita sendiri. Menurut penelitian psikologi yang sudah banyak dibahas dan diamini para ahli, sikap dan tindakan buruk akan terpatri di otak, sehingga keseluruhan cara kita berpikir, memandang suatu hal serta mengambil keputusan akan menjadi buruk. Tidak heran bukan orang berperangai buruk sering membuat keputusan dan mengambil tindakan yang semakin memperburuk suatu keadaan yang sudah buruk ?

Tiga, tindakan buruk dan sikap buruk cenderung membuat pelakunya dihindari orang, dan celakanya dipandang sebagai suatu 'kemenangan'. Apa akibatnya ? Si pelaku mulai diorientasi dan kehilangan acuan akan standar perilaku dan karakter yang dibutuhkan dalam suatu pekerjaan, suatu lingkungan, dan suatu standar etika. Di kemudian hari, ia akan merasa tindakannya benar dan akan menambah dosisnya. Mengapa ? Karena merasa tidak ada yang salah dari tindakannya. Tidak ada hukuman, karena memang tidak ada orang yang hendak berpusing-pusing dengan dirinya. Tiba-tiba dia sudah di luar batas toleransi tanpa pernah benar-benar menyadarinya. Dan pada saat itu tentu sudah terlalu jauh sehingga berakibat fatal. Inilah sebab orang yang mangkir di awal minggu akan terus melakukannya di awal minggu lain. Atau orang yang terlambat satu menit hari ini cenderung akan terlambat 10 menit di hari esok dan terlambat 1 jam di seminggu berikutnya.

Empat, tindakan dan sikap buruk cenderung menghilangkan aspek estetika dan kemampuan relasional seseorang. Cukup bisa dimengerti jika di dunia seni, umumnya dicoba agar lingkungannya sebebas dan senatural mungkin. Ini dimaksudkan untuk hilangkan 'belenggu' dan 'tembok-tembok' yang halangi kreativitas. Jika suatu sanggar lukis menerapkan masuk jam 8 kepada seluruh artisnya, tentu kreativitas mereka mudah terganggu bahkan hilang karena ada kemungkinan mereka terlambat dan otomatis secara bawah sadar akan mencap diri mereka sendiri sebagai si pelanggar aturan. Tapi tentu hal ini tidak berlaku di dunia profesional. Akibatnya, orang yang sering melanggar aturan dan bahkan membangkang, akan sulit berinteraksi dengan baik terhadap orang lain. Juga kehilangan aspek estetika, sehingga sulit untuk memperoleh 'rasa' yang pas saat bertindak, misalkan menyapa orang lain, berbicara dengan orang lain, menulis e-mail atau membuat komentar atau disposisi atas suatu proposal. Akan muncul kecenderungan negatif yang berakibat munculnya ekspresi sinis, nyinyir bahkan sarkastis yang amat tidak perlu dalam karya dan komunikasi mereka.

Lima, produktivitas yang menurun. Otomatis jika kita indisipliner, terlambat atau mangkir, kita akan kehilangan waktu produktif kita. Sementara halnya dengan perangai membangkang dan tindakan pembangkangan, survey dan penelitian psikologi membuktikan bahwa sekasar dan sepembangkang apapun seseorang di lingkungan kerjanya, bahkan untuk melakukan pembangkangan kecil pun membutuhkan waktu setidaknya 4 menit untuk berpikir ulang dan menformulasikan tindakan pembangkangan yang dirasa efektif dan menguntungkan dirinya. Lalu setelah dia melakukan tindakan yang dianggapnya benar, sekitar 79% akan menyesalinya dalam waktu kurang dari 5 menit, dan sesudahnya menghabiskan waktu setidaknya 22 menit untuk berdiam diri, merenung atau menenangkan diri. Tentu angka-angka itu akan meningkat sejalan dengan bertambahnya kadar pembangkangan yang dilakukan.

Enam, munculnya faktor 'tapi' dan antipati. Sediam apapun kolega, saat menyaksikan rekannya membangkang atau indisipliner akan antipati sekalipun dalam hati. Apalagi jika kolega itu seorang yang tertib, patuh dan produktif. Ia akan makin sakit hati saat melihat tindakan negatif didiamkan karena merasa tidak adil. Begitupun bagi atasan, sediam apapun ia menyikapi tindakan negatif anak buahnya, sudah muncul faktor 'tapi' di dalam subyektivitasnya. Setiap keputusan yang baik adalah yang didasarkan obyektivitas dan subyektivitas yang proporsional. Faktor terakhir ini lah yang akan hilang ditiup angin... Pernah familiar dengan ucapan "Si X ini berulang kali selamatkan perusahaan dari masalah, talentanya luar biasa TAPI .....", atau "seharusnya si Y sudah bisa kita promosikan TAPI ....". Faktor 'tapi' dan antipati ini tidak bisa diabaikan. Terbukti sejumlah hal besar terjadi dan tidak terjadi karena adanya faktor subyektif yang tidak terhindarkan.

Dengan uraian di atas, semakin jelas tambahan tugas setiap manajer di dunia ini : untuk menyampaikan berulang kali betapa pentingnya sikap positif dan disiplin kepada setiap karyawannya, dan membimbing team yang dipimpinnya dengan contoh nyata dari dirinya sendiri.

Wednesday, June 15, 2011

Anda seorang Effective Leader ?


Dari berbagai sumber dan materi pengajaran kepemimpinan, diperoleh ratusan model serta bentuk kepemimpinan, dan tentu tidak semuanya cocok untuk diterapkan, untuk itulah berkembang konsep "Situational Leadership". Namun jika ditarik suatu kesimpulan cepat, yang dibutuhkan oleh semua unit kerja dimanapun, kapanpun dan pada situasi apapun adalah suatu bentuk "Effective Leadership".

Effective Leadership jika disimpulkan secara sederhana adalah suatu model kepemimpinan berbasis tiga matra : tujuan organisasi, sumber daya organisasi, dan pengembangan organisasi. Jelaslah bahwa dimensi dan kapabilitas yang harus dimiliki seorang pemimpin yang efektif adalah tiga hal mendasar : kemampuan membuat dan menetapkan visi ; kemampuan mengelola sumber daya organisasi secara konsisten, efisien dan efektif ; serta kemampuan pengembangan organisasi secara terus menerus, konsisten dan adaptif.

Seorang pemimpin baru dapat dikatakan berhasil dan efektif jika ia dapat mencapai tujuan organisasinya. "Target" bahasa singkat para kaum sales. Juga seorang pemimpin baru akan dapat dikatakan berhasil dan efektif jika dalam pencapaian tujuan organisasinya ia berhasil melakukan pengelolaan sumber daya organisasi dengan baik dan efisien. Apakah sama penilaian kita terhadap dua manajer yang ditarget besaran yang sama dan melakukan pekerjaan yang sama, sementara si A mencapainya dalam waktu 3 bulan dengan 5 staff sementar si B mencapainya dalam waktu 6 bulan dengan 15 staff ?

Terakhir, organisasi harus bisa melakukan survival, bertahan hidup di kompetisi yang tidak menentu dan semakin ketat. Pemimpin yang berhasil dan efektif adalah seorang pemimpin yang terus menerus menang, atau setidaknya dapat mempertahankan posisi dan daya saing organisasinya dalam kurun waktu yang lama. Apa kuncinya ? Development. Pemimpin harus mampu melakukan pengembangan organisasi yang kontinyu dan selaras dengan kebutuhan kompetisi. Mengembangkan calon-calon pemimpin baru, menguji konsep-konsep baru, mengidentifikasi peluang-peluang baru dan menerapkan metode-metode baru untuk bertahan di persaingan.

Mencapai target itu mungkin sulit dan berliku jalannya. Tapi tidak akan pernah lebih sulit dibanding melakukannya dengan sumber daya yang terbatas.
Menggaruk pangsa pasar mungkin sulit. Tapi tidak akan pernah lebih sulit untuk mempertahankannya dalam kurun waktu yang lama.

Lalu apa musuh utama seorang Effective Leader ? Cuma ada tiga sebenarnya.

Pertama, ketidakpastian. Effective Leader akan amat diuji oleh iklim ketidakpastian. Jika pola kepemimpinan dan implementasinya benar, maka ketidakpastian yang datang hanya akan mampu sedikit menggoncangkan kapalnya.

Dua, malas lakukan development. Effective Leader amat mudah untuk mencapai sukses, karena cara kerja yang sudah baik dan benar. Ini bahayanya. Ia akan mudah puas dan terjerembab di comfort zone. Sehingga malas dan atau "lupa" untuk siapkan calon pengganti dan lapisan-lapisan di bawahnya. Lupa dan malas untuk memikirkan konsep baru, peluang baru, metode baru serta mencari strategi dan orang yang tepat untuk mengimplementasikan idenya.

Tiga, takut gagal. Sukses itu nikmat. Hampir sama dengan poin kedua di atas. Karena memang dasarnya sudah benar cara kerja dan pemikirannya, seorang Effective Leader akan mudah dan cepat sampai ke sukses. Akibatnya gamang dan kekhawatirannya amat tinggi jika dia "jatuh" atau "tersandung". Akibatnya mudah untuk tidak percaya pada lapisan di bawahnya, mudah untuk resisten pada masukan dan ide baru, serta mudah untuk takut resiko ketimbang berani ambil peluang.

Andakah seorang Effective Leader ?

Follow us on twitter @katjoengkampret

Leader in Crisis, Leader for Growth, Leader of Change


Ada banyak ketidakpastian dan tantangan yang akan dihadapi semua organisasi dimanapun di dunia ini. Hal-hal itu membutuhkan ketahanan dan daya dobrak organisasi yang konsisten dan adaptif. Untuk mencapai tingkat konsistensi dan adaptasi yang diperlukan untuk bisa bertahan pada kurun waktu yang lama, dibutuhkan suatu prototype kepemimpinan. Ada tiga kategori kepemimpinan yang sebenarnya dibutuhkan untuk menjawab kebutuhan tersebut : Leader in Crisis, Leader for Growth, Leader of Change.

Ketiga hal tersebut : Krisis, Pertumbuhan dan Perubahan, adalah hal-hal yang menghancurkan dan mematikan 99% dari usaha dan bisnis di dunia. Apakah Anda bisa sebutkan hal lain di luar ketiga hal tersebut sebagai penyebab collapse-nya suatu bisnis ? Hampir semua bisnis remuk redam karena gagal mengantisipasi dan survive di saat krisis, dan atau gagal mencapai tingkat pertumbuhan yang diperlukan untuk bisa bertahan hidup, dan atau gagal dalam beradaptasi dengan perubahan (cepat) yang terjadi di landscape bisnis yang ditekuninya.

Pernah mendengar soal salah satu pionir toko kaset lux di Jakarta dan Bandung ? Toko tersebut sempat menjadi trendsetter dan bagian dari lifestyle sejumlah besar generasi muda di awal tahun '80an dan '90an. Tahun lalu toko itu gulung tikar dan menyisakan satu outlet terakhir yang sepertinya juga tidak akan lama lagi. Secara singkat pemilik dan pengelolanya hanya mengeluhkan "sulit bersaing dengan musik digital dan perubahan selera konsumen". Sesederhana itu kah masalahnya ? Tidak.

Toko itu memang gulung tikar karena dagangannya tidak laku. "Nenek-nenek juga tau" kata anak SD. Artinya toko tersebut gagal mencapai tingkat pertumbuhan yang diperlukan untuk bertahan hidup. Dan pada saat terjadi krisis, minimal krisis penjualan, tidak ada terobosan dan kepemimpinan yang cukup untuk mengantisipasi krisis tersebut dan menyeretnya keluar dari masalah untuk tetap bertahan hidup.

Namun yang paling kurang dari sudut pandang saya adalah toko tersebut tidak memiliki Leader of Change. Seorang Change Manager. Toko tersebut gagal mengantisipasi perubahan landscape di industrinya, bahwa orang malas ke toko kaset dan CD lagi, bahwa CD dan DVD bajakan tidak mampu dikendalikan pemerintah, dan bahwa internet telah merajalela dan memberi fasilitas tak terbatas pada konsumen musik untuk belanja lagu-lagu idaman dari sudut kamar tidur mereka.

Pada akhirnya, ketiga jenis leader di atas mutlak perlu ada, punya salah satu kualifikasi di atas sudah lumayan sebenarnya sebagai seorang manajer. Jika bisa punya dua, akan lebih baik lagi apalagi jika satu diantaranya adalah kualifikasi sebagai Leader of Change. Tapi dengan memiliki ketiganya dalam sosok Anda, itu benar-benar Midas, tangan emas.

Apa kualitas yang harus dimiliki dan dipupuk untuk dapat memiliki kualifikasi atas ketiga jenis leadership tersebut ? Setidaknya ada enam hal berikut :
1. Ketajaman mengendus perubahan, trend dan mengidentifikasi impact-nya serta cakupannya terhadap kelangsungan bisnis dan performa bisnis
2. People Skill, kemampuan menggerakan sumber daya manusia, memotivasi dan memberi visi untuk berkontribusi pada kinerja terbaik mereka
3. Penguasaan atas akses informasi, baik yang berhubungan langsung dengan kondisi pasar, maupun terkait komponen kontributor sukses perusahaan
4. Kemampuan berinteraksi dengan komponen krisis dan sumber potensial penyebab krisis, untuk dapat mempersiapkan antisipasi dan respon positif terhadap krisis untuk tetap dapat bersikap optimis yang realistis
5. Disiplin atas visi dan misi organisasi, disiplin atas kualitas proses dan hasil kerja, serta disiplin atas etos pengembangan dan ketahanan organisasi
6. Fleksibilitas dan Kreativitas dalam menciptakan peluang, terutama dalam konteks pengembangan organisasi dan penciptaan daya saing organisasi

Sudahkah anda miliki hal-hal tesebut ?

Follow us on twitter @katjoengkampret

Wednesday, December 29, 2010

"Are You Indonesian ?"


Saya menulis ini dari sudut ruangan saya di lantai 9 suatu gedung perkantoran di tepi Jalan Jenderal Sudirman yang terlihat berbeda dari biasanya. Saat saya memulai tulisan ini adalah pukul 16:02, dan tampak dari atas jalan itu sudah lebih padat dari biasanya dengan aksesoris yang tambak berbeda, sekumpulan noktah merah bergerak seirama ke satu arah : ke arah selatan, ke arah Gelora Bung Karno di Senayan. Ijinkan saya ceritakan pengalaman yang baru saya lalui sejak dua jam lalu.

Dua jam lalu, saya bergegas menuju Pacific Place, mall megah di seberang Gelora, untuk dua tujuan : membetulkan Blackberry saya yang hang, dan memarkir titip mobil saya. Beberapa menit sebelumnya saya peroleh informasi bahwa aparat akan mengosongkan area di sekitar Gelora sebagai antisipasi kerusuhan sebagai akibat pertandingan sepakbola final AFF Cup antara Tim Nasional Indonesia melawan Malaysia. Dan memang jika melihat apa yang ada di dunia maya, aura permusuhan dan kebencian yang amat sangat sudah tercium dengan begitu jelasnya. Saya rasa tindakan aparat sudah tepat dan amat patut diberi apresiasi. Ketimbang pusing tidak bisa pulang, saya titipkan mobil saya sehingga nanti cukup dengan bus Transjakarta atau ojek saya bisa ke Pacific Place dan kabur lewat jalan Senopati. Itu plan saya. Semoga berhasil, kita buktikan dua jam lagi.

Sewaktu tulisan ini saya buat, kita semua, dua ratus juta lebih insan berkebangsaan Indonesia, belum tahu apa yang Allah rencanakan untuk simbol kebanggaan bangsa ini : Tim Nasional Sepakbola Republik Indonesia, atau kita singkat saja "Timnas". Semoga perjuangan mereka diganjar dengan kemenangan dan kejayaan atas Malaysia. Namun yang ingin saya ceritakan adalah betapa saya merasa dada saya seperti ingin meledak melihat aneka pemandangan dalam dua jam terakhir.

Seselesainya memarkir kendaraan di basement, saya bergegas ke service center yang dimaksud, di lantai 3 mall tersebut. Sepanjang jalan, eh sepanjang eskalator juga, dengan mudah saya menemui ratusan wajah, umumnya kalangan berpunya, yang sedang berfoto, cuci mata, berbelanja dan bercengkrama. Tampak mereka berasal dari aneka kelompok etnis, namun tampak dominan adalah pengunjung dengan corak oriental khas etnis keturunan Tionghoa. Satu hal yang menyamakan ratusan manusia tersebut : mereka mengenakan aneka atribut dan busana berwarna merah. Pemandangan ini tidak terbayangkan oleh saya sebelumnya, seorang WNI asli yang lahir dan besar di Indonesia.

Tiga puluh menit kemudian, urusan saya selesai. Saya putuskan untuk sedikit abaikan urusan di kantor yang memang sudah sepi karena akhir tahun. Saya putuskan tidak naik taksi dan pilih kendaraan umum sembari melihat-lihat situasi. Saya memilih pintu keluar yang berhadapan dengan gedung Bursa Efek Jakarta. Tampak pemandangan baru lagi yang di luar nalar saya selama ini : belasan, bahkan puluhan karyawan dan karyawati berebutan pesanan kaos Timnas berwarna merah menyala itu dan mengenakannya. Yang perempuan tentu saja mendobelnya dengan pakaian kerja mereka setelah melepaskan vest atau busana luar mereka. Sementara yang pria ada yang mendobelnya dan ada pula yang dengan cuek melepas dasi dan kemejanya, lalu mengenakan kaos yang baru saja dibeli secara kolektif oleh seorang kawan mereka. Di latar belakang, tampak ratusan orang berjalan dari arah SCBD menuju Senayan sambil terus mengepalkan tangan, menyanyi dan berteriak seirama "Indonesia", atau "Menang", atau "Garuda Di Dadaku".

Saya begitu kehausan sehingga setelah menyeberang saya duduk di trotoar di sisi gedung Bursa Efek dan membeli minuman botol dingin. Tampak dua anak muda dekat saya yang juga mengenakan kaos replika Timnas (tanpa logo swoosh Nike dan kualitasnya begitu ketara palsunya) yang memandang ingin. Saya tawarkan untuk mengambil, dan mereka mendatangi saya, mengambil sebotol air mineral dingin. Di luar dugaan saya, ada lima orang lain seumuran yang datang dan bergantian meminum air mineral tersebut. Mereka setelahnya mengucapkan terima kasih dan tidak lupa berteriak "Indonesia!". Juga tidak lupa seseorang berkata, "doakan Timnas Bang, kami haus kemenangan". Saya hanya tersenyum dan mereka pun menghilang di sisi jalan yang lain.

Rupanya saya tidak sendiri. Sekumpulan anak muda karyawan itu duduk segaris dengan saya dan juga tampak sedang minum sembari bergantian berfoto dengan busana canggung : atasan kaos sepakbola dan bawahan busana kerja yang tampak amat resmi. Tapi mereka tampak tidak peduli dan juga tidak ada seorang pun yang peduli. Sebelah saya ada seorang bule berusia lima puluhan, tinggi besar dan berewokan ala Hell Angels mengenakan jaket kulit. Dia mengambil air mineral dan bertanya ke saya "Are You Indonesian friend ?". Saya hanya tersenyum dan menjawab "Sure, I am", segera dia menyergah, "why don't you just jump in with us all to that arena?" sambil menunjuk arah Gelora yang kubahnya jelas tampak dari tempat kami. "Sorry, I will watch from TV, I need to go back to my office", sahut saya. Dia mengulurkan tangannya mengajak berkenalan "I am Craig, one hundred percent Scottish inside (menunjuk ke dadanya), but I feel I am Indonesian, twelve years already live in Indonesia, eat and drink Indonesian food and teach Indonesian kids English" serunya sambil terkekeh. Lalu ia membuka jaket kulitnya dan tampak kaos Timnas berwarna merah (ini yang asli... ). I never feel like this in my home town, it is crazy friend, look at them, it is crazy, Indonesia is a great country, great people". Dia terus mengoceh....

Saya berjalan ke arah halte busway di seberang Gelora. Tampak jalanan dan jembatan penyeberangan sudah penuh dengan manusia berbusana serba merah. Dari aneka golongan, tua muda bahkan anak-anak, lelaki perempuan, kaya dan miskin, tampak jelas dari potongan mereka namun semua menuju arah yang sama. Polisi tampak mulai kerepotan mengatur lalu lintas yang memadat dengan cepat. Dan tidak ada hentinya saya melihat belasan taksi serta kendaraan, termasuk kendaraan mewah yang berhenti untuk menurunkan beberapa orang, lelaki dan perempuan muda, dengan busana Timnas dipadukan dengan riasan dan aksesoris yang menunjukkan kelas sosial mereka. Lalu mereka menyeberang dan berjalan ke arah Gelora pula...

Di halte busway, tampak begitu padat aliran manusia yang datang dari bus yang tiba dari arah Blok M maupun Kota. Nyaris semuanya mengenakan atribut dan kaos replika Timnas. Suara terompet, teriakan dan nyanyian mereka tampak tidak ada putusnya. Seorang dari mereka saya sapa dan berceloteh, "Gue gak peduli mau nanti kalah sepuluh kosong, itu kebanggaan kita, harus didukung, biar mampus Malaysia, Nurdin turun, bubar PSSI" umpatnya. Tampak jelas kecintaan akan Timnas-nya dan kebanggaannya sebagai bangsa Indonesia. Dari tempat saya menunggu, tampak satu keluarga, bule, bapak ibu dengan tiga anak tanggung, kelimanya mengenakan kaos Timnas, berjalan dari arah Hotel Sultan menuju pintu Gelora, salah seorang anaknya meniup terompet sekeras-kerasnya dan terdengar oleh saya di seberang jalan yang sedemikian berisiknya.

Tiba-tiba saya sadar, saya menyesal tidak bisa memutuskan untuk bersama mereka. Saya ingin jadi bagian dari mereka. Bukan karena sepakbolanya. Sudah lama bangsa ini tidak sedemikian bersatunya untuk satu hal. Ijinkan saya tunaikan shalat Ashar, dan Insya Allah saya akan doakan tiga hal : semoga Timnas Indonesia menang di dalam dan di luar lapangan (tidak ada penodaan dan kerusuhan oleh pendukung), semoga bangsa Indonesia tercinta terus dapat bersatu seperti ini terus, dan semoga bangsa Indonesia dikaruniai kejayaan yang tak terputus bukan hanya di arena sepakbola tetapi di arena apapun. Amiin.

Are you Indonesian ?
Yes, I am Indonesian. And I am very proud to be Indonesian.

-Jakarta, 29 Desember 2010, 16:40 WIB

Friday, September 17, 2010

Karir Macet (3) : 10 Tanda Karir Anda Macet (Total)


Bagian terakhir biasanya diharapkan happy ending. Sayang sering juga ada cerita atau tulisan yang sad ending. Mungkin ini satu diantaranya. Bagian terakhir ini coba kasih info mengenai 5 tanda-tanda lain bahwa karir anda ada masalah kemacetan yang akut dan kronis. Artinya perlu segera dilakukan langkah penyelamatan. Apa saja ? Langsung aja yuk..

Enam : 8 dari 10 rekan gaul anda saat ditunjukkan struktur organisasi anda memberikan komentar yang "aneh". Tidak harus rekan gaul saja, bisa pula berarti istri atau suami anda, saudara anda, orang tua anda, pada saat mereka anda tunjukkan (baik sengaja maupun tidak) posisi anda di perusahaan melalui organization chart, memberikan komentar yang aneh atau tidak anda diharapkan.
"Wah jauh amat kamu dari posisi boss". Atau "Walah, kamu ada dimana nih ?". Atau "Wah rupanya si X sekantor ya sama kamu ? Hebat ya dia sudah jadi Manager". Atau "Sudah berapa lama sih kamu di company ini ?". Paling parah kalau sampai dapat komentar "Apa sih yang kamu tunggu atau kamu harapkan disini ?".
Semua komentar itu tidak bisa dianggap sepele. Secara sadar atau tidak, mereka tengah memberikan penilaian jujur tentang kemacetan total di karir anda. Anda sedang dilihat sebagai seseorang yang cuma membuang waktu dan kesempatan di tempat yang tidak memungkinkan anda berhasil. Anda harus segera pergi menurut saya jika alami komentar yang demikian dari orang yang tidak bermaksud menjatuhkan anda. Percayalah, sesungguhnya mereka secara tidak sadar sedang menyelamatkan karir anda dari kehancuran lebih parah.

Tujuh : Semakin sulit dan berbelit-belit respon yang anda terima saat meminta penggantian staff atau tambahan staff. Masih ingat di bagian kedua saat perusahaan bergerak dengan lebih cepat, lebih gesit dan lebih lincah sehingga semua harus ikut bergerak seirama menuju tujuan yang diharapkan ? Tiba-tiba staff anda cuti panjang melahirkan. Atau mengundurkan diri karena ikut suaminya ke kota lain. Atau keluar karena mendapat tawaran yang luar biasa di kompetitor. Atau habis masa kontraknya. Atau diterima untuk bekerja di unit lain dalam perusahaan yang sesuai bidang studinya.
Bagaimana dengan anda ? Minta penggantian dong... atau malah bisa jadi anda minta tambahan karena memang volume transaksi yang anda kendalikan bertambah. Sayang, anda ditolak. Parahnya, anda merasa penolakan itu tidak tulus dan berbelit-belit. Kinerja anda pun mulai terganggu karena terjadi down capacity. Nobody cares... anda sendirian.
Itulah sinyal keras bahwa anda harus pergi. Anda tidak lagi penting. Unit anda mungkin masih penting, itulah sebabnya tidak dilikuidasi. Tapi anda dianggap sebagai beban bagi perusahaan. Untuk itu perusahaan meminta kompensasi ke anda berupa penghematan yang bisa jadi tidak rasional lagi menurut anda : pengurangan headcount secara halus. Yang pergi tidak lagi diganti. Percayalah, begitu anda keluar, dan cash flow perusahaan berarti berkurang bebannya, jumlah staff baru yang disuntikkan ke unit anda akan ditambah bahkan melampaui jumlah yang anda minta sebelumnya. Masalahnya bagi perusahaan memang cuma satu : Anda. Anda pergi, masalah selesai. Habis cerita.

Delapan : Semakin mudah untuk kabur dari kantor, semakin tidak dicari-cari, dan semakin tidak menumpuk pekerjaan yang anda tinggalkan. Betapa nikmatnyaaaa, pilek sedikit dan malas ke kantor, tidak ada yang menelpon anda dari kantor. Esok hari anda masuk sambil bertanya-tanya "ditanyain apa ya gue nanti di kantor" dan siapkan aneka jawaban (yang pastinya ngibul). Tapi sampai sore dan pulang, tidak ada yang bertanya. Semua terasa normal dan seperti tidak ada apa-apa.
Itulah pertanda Anda sedang menjadi orang yang spesial ! Spesial bukan karena dibutuhkan. Tetapi spesial karena kepergiannya diharapkan, disadari ataupun tidak. Itulah pertanda bahwa "ada atau tidak ada anda, perusahaan jalan terus tanpa gangguan". Menyedihkan ya ?
Lebih hati-hati lagi jika ada sinyal tambahan : tumpukan pekerjaan di meja justru tidak tampak setelah anda kabur. Artinya, benar-benar keberadaan anda memang tidak penting.

Sembilan : Hidup anda relatif damai dan tenteram di kantor, tetapi tiap ada masalah, anda lah biang keroknya. Masih soal hidup bahagia, nyaman tenteram, duduk manis atasi rutinitas hidup di kantor dengan target rendah dan tanpa gangguan dari atasan yang rewel. Tetapi, tiba-tiba produk baru yang diluncurkan minggu lalu dihentikan karena bermasalah. Dan dalam sekejap sejumlah pihak mulai bicara ke anda "Kamu sebaiknya mulai cari cara untuk atasi masalah tersebut", atau "Kalau semua kerja lebih keras dan tidak terpaku ke hal rutin, semua ini bisa dihindarkan dan diantisipasi". Selamat ! Anda telah ditahbiskan sebagai Kambing Hitam Tahun Ini (The Scapegoat Of The Year).
Mengapa anda ? Karena sejak awal, tanpa anda sadari, semua sudah sepakat anda adalah beban dan tidak seharusnya anda ada disitu. Jadi tinggal tunggu golden moment untuk timpakan semua ke anda. Toh kalau anda pergi tidak ada pengaruhnya bagi produk tersebut, lha wong memang anda tidak ada kaitannya dengan produk itu sebenarnya.

Sepuluh : Anda semakin jarang diundang ke acara kantor, atau business dinner, atau management round table meeting. Di posisi tertentu, jamak dilakukan pengelolaan bisnis secara internal melalui aneka gathering, business dinner, breakfast meeting, management round table meeting hingga teleconference atau webmeeting. Dan anda cuma menyaksikan saja seperti halnya anda menyaksikan e-Business World channel di TV Kabel. Sebatas peragaan kecanggihan teknologi dan unjuk kebolehan berbicara manusia lain.
Selamat ! Sekali lagi anda terpilih menjadi penonton di era kemajuan pesat perusahaan. Artinya, segera setelah masa berlaku tiket anda habis, anda harus enyah. Mengapa tidak sebaiknya anda pergi sebelum diusir ? Cepat atau lambat, halus atau kasar, jika anda tidak lagi diikutkan di momen-momen tersebut, anda sudah berada di luar pusaran kekuasaan (circle of power) perusahaan. Pusaran itu tempat mengalirnya aneka update dan informasi bisnis untuk diolah menjadi suatu keputusan bisnis. Dan anda tidak dilibatkan di dalamnya. Anda kering kerontang sementara semua orang hanyut di pusaran. Time to move out. Cari tempat lain yang bisa memberi anda pusaran yang bisa anda nikmati.

Semakin jelas ya ? Semoga anda semua (dan juga saya) mampu membaca tanda-tanda karir macet ini dengan seksama dan bijaksana. Semoga sukses dan selamat berakhir minggu !

[katjoengkampret@aol.com]



Karir Macet (2) : 10 Tanda Karir Anda (Memang) Macet !


Banyak amat sampai ada 10 tanda ? Ya tidak perlu ada semuanya sih untuk simpulkan karir anda (memang) macet, tapi kalau ada empat atau lima, itu sudah hampir pasti anda memang terjebak di kemacetan karir. Kalau lebih dari lima ? Wah kemacetan yang anda alami setara dengan macet karena banjir di jalan tol Bintaro. Nyaris no way out... !

Apa saja kesepuluh tanda kiamat kecil di perkembangan karir anda tersebut ? Lima yang pertama saya coba sajikan, kelimanya terkait dengan apa yang anda peroleh selama ini dari perusahaan. Lima lainnya akan saya sajikan kemudian karena saya coba kelompokkan secara berbeda. Mari kita lihat lima yang pertama yang mungkin sudah akrab dengan anda.

Satu : Tiga Tahun Berturut-turut Kenaikan Gaji Anda Sebatas Pemenuhan COLA atau Kompensasi Inflasi. Ini gejala akut loh... Ekonomi mulai bergulir dan Indonesia relatif sudah lebih teruji saat ini. Tidak ada lagi alasan manajemen sampaikan ke karyawan "Perusahaan Lagi Krisis". Jadi, kalau sampai tiga tahun berturut-turut salary increase anda cuma berkisar 5-8% per tahun (yang mana inflasi kita akhir-akhir ini konstan di 6-7% per tahun), maka sesungguhnya itu bukanlah "The Real Salary Increase". Itu adalah sekedar kompensasi atas turunnya daya beli anda karena terkena inflasi, alias sebenarnya tidak ada kenaikan gaji. Penyesuaian ini sering disebut COLA (cost of living adjustment).
Jika anda alami ini secara konstan, percayalah, anda dibohongi jika dikatakan perusahaan sedang krisis. Anda lah yang sedang dalam krisis. Kemungkinannya cuma dua : anda memang tidak perform, atau anda sudah ketinggalan "kereta". Intinya, anda sudah tidak masuk ke rencana jangka panjang perusahaan. Anda sebaiknya pikirkan untuk ambil tindakan yang tepat sesegera mungkin.

Dua : Tiga Tahun Berturut-turut Tidak Ada Perubahan Berarti Dalam Exposure atau Scope of Responsibility Anda. Ini nyaris sama persis dengan tanda-tanda di atas, anda sudah tidak lagi masuk sebagai bagian dari rencana strategis perusahan. Untuk itu, bagi perusahaan anda akan dipandang sebatas "sudah bagus kamu ada pekerjaan dan dapat gaji". Seringkali orang merasa jumawa, nyaman dan aman jika tidak ada perubahan berarti dalam job descriptionnya, dalam scope of responsibility atau dalam work exposure yang dibebankan perusahaan ke dirinya. Sebenarnya itu adalah pesan perusahaan secara halus : Anda tidak kami perhitungkan lagi. Tentu jika anda orang yang potensial, aset penting perusahaan dan dipandang sebagai motor penggerak pertumbuhan perusahaan, tiada hentinya tambahan exposure baru diberikan ke anda, juga tambahan job description serta scope of responsibility yang meluas. Bayangkan selama tiga tahun pekerjaan anda itu-itu saja, KPI tidak kunjung dikembangkan atau dielaborasi padahal sudah tercapai sejak lama, artinya secara profesional anda dianggap sudah tidak eksis atau sekedar pelengkap penderita. Time to think and to go !

Tiga : Tiga Tahun Berturut-turut Nama Anda Tidak Tercantum Dalam Promotion List Atau Nominasi Proyek Penting. Perusahaan bergerak cepat, perusahaan bergerak gesit menangkap aneka peluang bisnis baru, perusahaan bergerak lincah menyesuaikan diri dengan dinamika pasar dan industri yang digeluti. Berhenti sampai disini ? Pastinya tidak. Orang-orang di dalamnya akan dipaksa dan terbawa untuk ikut bergerak cepat, bergerak gesit, dan bergerak lincah. Wadah yang bergoyang maka air di dalamnya ikut bergetar bukan ? Sayang, di aneka proyek itu nama anda tidak kunjung muncul. Semua orang silih berganti keluar masuk di project member dan mengantungi rekognisi atas pencapaian di proyek-proyek tersebut, sementara anda masih berkutat dengan daily work anda yang itu-itu saja sejak beberapa tahun lalu. Pesannya cukup jelas dan lugas : anda bukan bagian dari segala strategi penting dan jangka panjang perusahaan. Anda terjebak di kemacetan karir ! Dan sudah bisa dipastikan, anda akan diam di tempat.
Berhasil atau tidak, kesempatan terlibat di proyek strategis adalah assessment maha manjur untuk mengetahui potensi seseorang. Jika berhasil maka diperoleh pengujian yang sahih akan kemampuan orang tersebut. Dan jika pun gagal maka bisa diketahui bahwa orang tersebut tidak sesuai untuk job itu dan harus dicarikan job lain yang lebih memungkinkan dirinya berhasil. Lalu bagaimana jika tidak kunjung diujicoba di proyek strategis ? Artinya tidak ada gunanya menguji anda atau mengetahui kelebihan-kekurangan dan potensi anda. You are dead !

Empat : Dua Tahun Terakhir Nama Anda Tidak Didaftarkan Di Pelatihan Atau Program Pengembangan Yang Strategik. Sama seperti uraian di atas, saat perusahaan bergerak cepat, bergerak gesit, dan bergerak lincah, semua di dalamnya diharapkan ikut bergerak seirama bersinergi menuju arah perubahan yang dituju. Pelatihan dan Pengembangan menjadi salah satu kunci untuk memberikan pembekalan, kesiapan dan keahlian yang dibutuhkan dalam merealisasikan tujuan baru tersebut. Aneka nama training yang belum atau jarang anda dengar dalam dua atau tiga tahun terakhir, tiba-tiba menjadi hot topic di kantor terutama di kolega-kolega peers anda. Lalu dimana anda ? Oooow, anda rupanya ada di sudut duduk manis mengerjakan pekerjaan rutin anda. Atau, satu dua kali anda dikirimkan ke pelatihan namun pelatihan internal dengan topik yang usang atau sudah anda hafal semata karena anda harus memperoleh "penyegaran", demikian pesan suci dari bagian SDM anda. Sadarilah, anda sedang disuruh menjadi penonton dari segala hiruk pikuk pergerakan yang terjadi di kantor. Jika pun anda hendak melangkah keluar, anda tidak memiliki kualifikasi ekstra sebagaimana orang-orang yang anda tonton tersebut, kualifikasi anda sebatas kualifikasi kerja rutin anda selama ini. Tapi tetap, di luar bisa jadi lebih menjanjikan ketimbang anda terus duduk manis tanpa harapan di dalam.

Lima : Dua Tahun Terakhir Target Kerja Anda Tidak Meningkat Secara Signifikan, Bahkan Di Bawah Target Umum Perusahaan. Saat perusahaan berkembang dan bergerak cepat, target meningkat drastis dan produktivitas seolah menjadi mantra suci. Target tahun lalu seribu maka tahun ini menjadi dua ribu. Bagaimana dengan anda ? Anda hanya ditarget seribu. Atau misalkan ada pertumbuhan, hanya sedikit, anda hanya ditarget seribu dua ratus. Tahun berikut, semua bertumbuh dua ratus persen targetnya, dan semua teriak-teriak mau mati karena target yang agresif, eeh anda seolah menjadi orang suci yang kebal masalah, karena target anda masih sama dengan tahun sebelumnya.
Anda benar orang suci kebal masalah ? Salah besar. Anda sesungguhnya tengah menjadi orang sial kebal promosi. Anda terabaikan dan sebenarnya terusir secara halus.

Tanda-tanda di atas sudah cukup ? Belum... masih ada lima tanda lain yang akan anda temui di bagian ketiga tulisan ini. Silakan renungkan lima tanda di atas dan sabarlah saya menyiapkan bagian pamungkas rangkaian tulisan ini untuk anda.

[katjoengkampret@aol.com]

Karir Macet (1) : Grade, Package dan Exposure


Sering kita bertemu dengan rekan, atau malah kita alami sendiri, keluhan "wah karir gue macet".. Seperti halnya naik mobil dan kena macet di jalan protokol, situasi ini sebenarnya sama persis : bikin frustrasi, tidak mengenakkan tapi harus dijalani, dan sebenarnya situasi yang bisa diantisipasi atau diidentifikasi gejalanya.

Nah, saya terpikirkan situasi ini dan bagaimana cara mengidentifikasinya, terutama mengingat bahwa saat ini saya mungkin ada di situasi ini, dan sebelumnya pun pernah alami situasi ini, alhamdulillah saya berhasil lolos. Saya coba berbagi sedikit kiat yang mungkin bisa bantu teman-teman semua yang ada di situasi ini untuk ambil tindakan cepat.

Pertama, saya sangat ingin sampaikan bahwa ada kemungkinan mayoritas kita semua tidak tahu cara mengukur keberhasilan karir menurut ukuran yang umum digunakan. Saya berpendapat career is not just about money or title. Motivator Rene Suhardono malah mengatakan dalam bukunya "Your Job Is Not Your Career". Secara ringkas, ukuran kemajuan karir dapat disimpulkan dari tiga ukuran : Grade, Package, Exposure.

Grade adalah cara termudah mengukur kemajuan karir kita, disini terkandung unsur title, posisi, otoritas, job description, dan tentunya gengsi atau pride. Mudah bukan untuk menilai seseorang yang berposisi sebagai manajer sebagai orang yang karirnya lebih maju dibanding teman sekelasnya yang saat ini masih berposisi sebagai koordinator ? Package, adalah apa yang kita peroleh secara nyata, mudahnya ini menyangkut gaji, tunjangan, fasilitas-fasilitas, dan tentunya social recognition seperti halnya business dinner, club membership dan sebagainya. Exposure, ini yang sulit diukur dan memang orang pun tidak banyak tahu tentang exposure kita, tapi ini adalah ukuran yang amat manjur untuk menilai situasi karir kita. Exposure menyangkut expertise, specific skills, generic skills, reputasi, pengalaman, dan professional qualifications.

Pernah mendengar kan calon gubernur misalnya dari ex anggota TNI, disebutkan bahwa bapak X adalah purnawirawan jenderal bintang 2, dan pernah bertugas sebagai Panglima Kodam di daerah Y, lalu pernah bertugas tempur di (misalnya) Papua, Timor Timur, dan menjadi anggota pasukan penjaga perdamaian. Jenderal itu posisi penting, itu grade, semua juga tahu. Berapa gajinya (dan juga selepetannya) itu juga bisa menjadi rahasia umum. Tapi exposure-nya ? Belum tentu orang tahu. Dari uraian di atas setidaknya saya bisa simpulkan bahwa Bapak X berpengalaman jadi komandan, ahli memimpin pasukan, pengalaman tempur di daerah hutan rimba, tempur di daerah panas kering dan terbuka, serta ahli diplomasi dan setidaknya ahli berkomunikasi dalam Bahasa Inggris. Itulah exposure beliau. Dari mana saya tahu ? Coba anda cari tahu dari mana saya bisa tahu.

Jika saya beranggapan Bapak X bisa dipertimbangkan jadi seorang Gubernur, pertimbangan itu bukan berasal dari Grade apalagi Package beliau. Tapi dari exposure yang dimiliki. Bahwa beliau berpengalaman bertugas di daerah dan berinteraksi dengan berbagai kalangan, punya pengalaman manajerial lapangan maupun administrasi yang teruji, punya keahlian diplomasi dan komunikasi yang baik, itulah kelebihan beliau.

Tugas anda sebelum menilai karir anda macet atau tidak adalah menentukan apa-apa saja exposure yang sudah anda miliki, yang belum anda miliki dan yang harus anda miliki.

Jika sudah anda lakukan, baru anda bisa menentukan assessment berikutnya dan melangkah lebih jauh dengan mengambil tindakan yang penting bagi karir anda. Tunggu saya di lanjutan dari tulisan saya ini : 10 tanda-tanda karir anda (memang) macet.

Have a nice day !

[katjoengkampret@aol.com]

Thursday, September 16, 2010

Kembali Ke Kampus


Libur lebaran kemarin menjadi hari yang kurang sip bagi saya, bukan hanya karena saya merasa demikian lelah harus menjadi 'supir taksi' di lima hari tersebut namun juga saya terkena musibah. Entah bagaimana gigi geraham saya pecah, konsultasi cepat dengan adik saya, seorang dokter gigi, menunjukkan ada hal serius dan dia minta saya datang ke prakteknya di RSCM untuk bertemu rekannya yang punya spesialisasi soal masalah saya. Singkat kata, setelah setahun, saya kembali ke kampus tercinta. Sebagai alumni Universitas Indonesia di Depok, memang kampus Salemba tidak begitu akrab, namun saya habiskan dua tahun yang menarik untuk menempuh program magister saya bersama istri. Apa hubungannya ? Ya saya terpaksa parkir di UI karena parkir di RSCM menyulitkan, dan memang kampus UI Salemba terhubung dengan RSCM.

Di kesempatan ini, ada dua pengalaman menarik. Pertama, pertemuan saya dengan seorang senior saya, yang kemudian setelah relasi kami di kampus UI Depok terhenti karena kelulusannya beliau dipertemukan dengan saya kembali di kampus UI Salemba saat saya melanjutkan kuliah. Beliau telah menjadi doktor saat itu dan mengajar di sana. Relasi kami bukan hanya sebagai sahabat dan rekan diskusi, namun juga sebagai mentor dan bahkan dosen. Beliau luar biasa cerdas, berani, lugas dan yang paling mengesankan saya, amat bersahaja. Sulit bagi saya melepaskan diri dari ingatan tubuh tinggi ramping dengan kemeja lengan panjang tergulung dan celana docker serta sepatu kulit casual menyandang ransel. Berjalan cepat sembari membawa buku dan mendengar musik via earphone. Sosok yang saya sudah kenal dan akrabi sejak awal tahun 1990an.

Beliau memeluk saya dan terlihat amat bahagia, singkat cerita kami saling bertukar berita dan nomor telepon. Kami berencana untuk bertemu kembali di tempat lain. Beliau mensyukuri dan mengapresiasi langkah saya ke kampus untuk meminjam buku ke perpustakaan. Padahal awalnya saya hanya hendak parkir gratis dan nyaman, lalu karena janji dengan adik saya masih satu jam lagi saya hendak duduk santai di ruangan ber-AC, dan pilihan terbaik adalah perpustakaan program magister saya, tempat beliau mengajar. Beliau sampaikan, "kau hebat, anak kota, berhasil, masih kau berhasrat untuk tau banyak dan belajar, biasanya anak kota sok tau dan remehkan pendidikan". Saya hanya sampaikan "Abang itu lah sok tau, baru pula kuliah hidup di Jakarta lalu semua orang kota jadi buruk di mata Abang". Beliau tertawa, kemudian menjadi serius dan menanyakan sesuatu ke saya.

"Kau masih zakat Dik ? Boleh aku tawarkan kau kesempatan beramal serta berbagi rejeki dan kebahagiaan?". Beliau tawarkan saya menjadi donatur tetap di suatu lembaga pendidikan yang rupanya beliau dirikan di kampung halamannya, di Sumatra. Saya terharu. Saya tau sahabat saya ini belum menikah, beliau ingin entaskan adik-adiknya, ada tujuh orang, dan ambil alih tanggung jawab orang tuanya yang memang pas-pasan di kampung. Saya ingat, di rumah kecil yang disewanya di dekat kampus dulu, beliau tinggali bersama empat adiknya yang juga kuliah di UI. Dan di rumah itu pula beliau menerima murid-muridnya, pelajar SMA dan mahasiswa dari kampus lain untuk belajar matematika, fisika dan kimia. Sekarang, si Abang yang sudah melampaui 40 tahun, hidup sendiri karena ketujuh adiknya sudah menikah dan punya anak, kedua orang tua sudah wafat. Dan beliau memilih untuk membesarkan "anak-anak"nya sendiri di kampung halamannya. "Biar cepat lunas hutang abang sama bangsa, udah dibolehkan sekolah di kampus bagus dibayari rakyat".

Sebelum kami berpisah karena beliau hendak mengajar, terucap suatu ajakan, "masih ada waktu Dik untuk bantu aku ? Jika minat, datanglah kesini di sore hari selepas kerja, temui para mahasiswa untuk kuliah umum dengan praktisi, sampaikan apa saja yang kau mau untuk para anak orang kaya yang masih hijau itu, biar mereka menjadi eksekutif yang bermoral saat kembali ke perusahaan orang tuanya kelak". Saya tidak perlu berpikir untuk mengiyakan. Dalam hati, saya malu, akhir-akhir ini saya merasa terlalu sibuk dengan diri saya sendiri dan lupa untuk berbagi dengan orang lain. Saya rasa Allah kirim saya untuk bertemu si Abang untuk sambung silaturahmi dan ingatkan saya kembali mengenai hal tersebut.

Sejam kemudian, hal kedua saya alami. DI RSCM, dunia nyata terus bergerak tanpa terganggu dengan hari raya atau libur panjangnya. Betapa remuk hati saya menyaksikan antrian rakyat yang menanti layanan kesehatan. Sembari berdoa semoga kesusahan mereka tidak bertambah dengan perlakuan buruk atau orang yang berniat kurang baik, saya temui adik saya untuk proses masalah gigi saya. Realita itu berlanjut. Di deretan klinik yang ada, tampak antrian pasien demikian banyak. Tak lama kemudian, saat itu sudah sekitar pukul 10 pagi, di suatu ruangan yang terbuka pintunya, tampak seorang dokter, wanita, duduk dan dipijat seorang pramubakti, ia tampak demikian lelah.. Tidak lama seorang dokter muda masih dengan jasnya, terlihat mendudukkan dirinya dan sudah lelah. Adik saya menjelaskan, "inilah jika dokter menganggap dirinya manusia biasa yang butuh cuti panjang". Rupanya, banyak dokter yang cuti sehingga dokter yang ada bebannya berlipat ganda. Baru dua jam mereka bekerja mereka sudah lelah seperti halnya bekerja setengah hari.

Saya teringat pesan ayah saya saat melepas adik untuk memulai pendidikannya, pesan yang sama diulang saat adik saya hendak diambil sumpah sebagai seorang dokter gigi. Ayah ingatkan bahwa itu adalah pilihannya untuk menjadi manusia yang spesial, spesial karena bekerja dengan cara membaktikan dirinya bagi manusia lain, bagi orang banyak. Ayah minta, sesuai dengan sumpah yang akan diucapkannya, agar adik saya mendahulukan baktinya di atas kepentingan pribadi dan keluarganya. Mengesampingkan imbalan dan materi untuk fokus pada bakti pekerjaannya dan mendahulukan mereka yang membutuhkan pertolongan. Saya ingat, adik saya tidak pernah ambil cuti hari raya di sekian tahun karirnya.

Tiba-tiba pula saya teringat ucapan seorang tokoh yang sudah almarhum saat menjadi pembicara di kampus beberapa tahun lalu, beliau mengatakan bahwa sebenarnya bangsa ini sedang sakit dan pengobatannya perlu waktu lama. Walaupun sulit, tapi masih mungkin diobati dan harus dimulai sesegera mungkin. Lalu siapa yang mengobatinya ? "Kaum Muda" jawab beliau. Syaratnya ? Masukkan tiga hal ke semua kurikulum : Etika, Kewirausahaan, Manajemen Modal Manusia (Human Capital Management). Etika menjadi cermin diri saat jalan kita menjadi limbung, agar tidak salah arah, jatuh dan terjerembab. Kewirausahaan memperluas wawasan dalam menjalani hidup dan merangsang kreativitas dalam menyiasati hidup. Manajemen Modal Manusia, menempatkan manusia sebagai faktor penting dalam setiap keputusan hidup yang diambil dan menjadikan manusia sebagai agen perubahan di semua lini. Manusia adalah modal (capital) bukan alat usaha apalagi beban.

Dokter yang masih self centric, menjadikan dunia medis sebagai ladang uang bukan pengabdian, dan melihat pasien sebagai kumpulan obyek pekerjaan bagaikan pegawai kelurahan melihat aplikasi perpanjangan KTP di meja pelayanan, sudah pasti kekurangan asupan intelektual dan asupan moral berupa etika, kewirausahaan dan Manajemen Modal Manusia. Jika ketiga hal itu telah mengalir di dirinya, ia akan melihat bahwa tentu tidaklah etis sebagai manusia istimewa dengan keahlian khusus yang dibutuhkan banyak orang yang kesusahan dan menderita, dirinya masih bersikap seperti pegawai biasa dengan hak sebagai manusia normal di masa pelayanan yang tengah kritikal. Juga, dengan semangat kewirausahaan yang baik, ia akan melihat, pelayanan yang lebih baik akan mengedepankan institusi tersebut sebagai pelayan publik sejati yang bisa memiliki inisiatif untuk membuka diri bagi bisnis yang lebih besar berdampingan dengan pelayanan yang sudah ada. Dan, dengan pemahaman akan manusia yang lebih baik, saya yakini, kemaslahatan orang banyak dan kesembuhan orang lain, akan selalu menjadi hantu bagi dirinya untuk melayani dan mengabdi dengan lebih baik dan lebih baik lagi.

Ah, jadi ingat sergahan si Abang tentang kami berdua : binatang idealis di kebun binatang oportunistis...

[katjoengkampret@aol.com]

Wednesday, September 15, 2010

Lima Matra Sukses Dalam Karir

Sulit memang merumuskan apa yang akan membuat karir kita melesat, namun memang banyak pihak menunjuk pada attitude sebagai kunci sukses utama kita dalam berkarir. Pengalaman saya sendiri berkarir selama empat belas tahun di enam perusahaan dan di sebelas penugasan menunjukkan hal tersebut tidak sepenuhnya benar. Nah sekarang apa gak kurang orang yang ber-attitude bagus namun tersebar di rentang yang luas di jenjang karir ?

Dulu, waktu saya masih kecil dan bersekolah di SD, orang tua saya amat berseberangan. Ibu saya yang lulusan sekolah katholik mewarisi kedisiplinan yang menjadi ciri khasnya. Lakukan yang terbaik di semua bidang yang kau jalani, itu petuahnya. Sebenarnya sejak kecil saya sudah tidak sepakat dengan hal ini, mana mungkin saya Cuma manusia biasa, koq bisa jadi jawara di semua arena ? Jawaban muncul dari celetukan ayah saya, si jenius yang efisien dan smart. Beliau mengatakan pada saya "cukuplah kamu ahli di matematika dan bahasa Inggris, dengan modal dua itu kamu akan sukses". Sesederhana itu, beliau menjelaskan bahwa Bahasa Inggris adalah lingua franca, tiket untuk masuk ke pintu sukses di belahan dunia manapun melalui komunikasi yang baik, dan Matematika adalah tiket untuk memenangkan seleksi di jenjang manapun. Bener juga, mau masuk jurusan Teknik, Sastra, Arsitektur, Kedokteran bahkan Ilmu Agama sekalipun, maka kita akan harus melalui tes matematika…

Makin lama tentu makin gak relevan anjuran bapak saya tersebut, tidak sepenuhnya salah, namun tentu tidak mencukupi untuk bersaing di era sekarang. Maklum bapak saya udah berumur 67 tahun, ada kesenjangan tiga puluh hingga empat puluh tahun membentang dari eranya dengan era kita sekarang. Dari refleksi dan observasi, saya berpendapat, kesuksesan kita dalam berkarir ditentukan dari lima matra berikut ini :

Etika dan Etos. Sulit membayangkan ada orang sukses (di area apapun) tanpa adanya Etika dan Etos. Seorang kawan saya yang nyeleneh bilang "jangankan di dunia halal, di dunia haram aja ada etikanya, coba aja para waria dan PSK yang 'mejeng' di jalan, mereka tidak akan menyerobot 'klien' rekannya". Etika menjadi panji atau bendera yang berkibar untuk kapal reputasi kita. Motornya adalah etos kerja. Kawan saya itu nyeletuk lagi dan gak jauh dari dunia prostitusi, aneh ya ?) "tanpa etos yang bagus ya gak makan mereka, coba aja kalau gerimis dikit gak mau mejeng, ya nggak makan dan orang lain yang dapat langganan". Jangan sampai kita antipati dulu dengan ucapannya, tapi rasakan kebenaran dari celetukannya yang menyebalkan itu. Etos kerja adalah motor penggerak kapal reputasi profesional kita, yang siap digerakkan kemana saja. Etika dipadu dengan etos menjadikan suatu individu memiliki konsistensi dan integritas. Sulit menaklukkan seseorang yang memiliki kedua kualias itu dalam dirinya. Anda mau coba ? Silakan, anda akan kesulitan. Karena sesorang yang memiliki konsistensi dan integritas amat sulit digoyang. Dirinya amat fokus. Juga dirinya amat rendah hati dan terus mengasah diri demi mencapai apa yang dituju.

Kewirausahaan. Semangat kewirausahaan (dan tentunya kemandirian) menjadi komponen utama yang merintis deviasi antara seseorang yang sukses dengan kawanan besar yang tidak sukses. Menjadi pembeda antara "follower" dengan "leader", dan menjadi penggerak "si mandiri" dengan "si parasit". Isu satu ini amat sensitif terutama bagi pemilik badan usaha dan orang-orang dari bagian SDM, mereka cenderung antipati dan curiga "kalau semua orang jadi mandiri dan punya kemampuan wirausaha (entrepreneurship) gak ada yang mau kerja di kantor lagi dong?". Ini sungguh ironis dan fatal. Sulit memperoleh pemimpin yang mumpuni, businessman yang tangguh dan inisiator yang kreatif melihat peluang, jika semangat kewirausahaan dimatikan di suatu entitas. Visi kewirausahaan ini juga penting, mendorong seorang profesional ke batas dirinya untuk berpindah ke kuadran finansial lain, sehingga dengan sendirinya menjadikan dirinya sebagai lokomotif penggerak perusahaan, sebelum ia berpindah ke jalur lain. Sayang bukan jika ditiadakan atau tidak dipupuk ?

Manajemen Sumber Daya Manusia. Bapak saya pernah kasih nasehat di awal karir saya di suatu bank : "hidupmu akan lebih mudah jika yang kamu pimpin itu kambing, kamu cukup ikat mereka dan kasih rumput yang cukup, urusan selesai, tapi sayangnya anak buahmu manusia, dibuat kenyang pun tidak menjadikan masalahmu selesai, mereka punya ambisi, dahaga, keinginan dan kebutuhan". Celakanya, orang-orang yang berada di area SDM ini cenderung dipersepsikan (ataukah memang?) sebagai tiran, antek, gerecok dan perusak pesta. Seharusnya unit SDM menjadi agen perubahan, yang mentransformasikan sumber daya menjadi kapital. Itu konsep idealnya. Bagaimana jika sudah terlanjur memble ? Kunci ada di tangan anda, mau ikut memble atau mau maju ? Saya sih memilih maju. Maka dalam kepemimpinan saya, saya mentahbiskan diri saya sendiri sebagai boss, konsultan, mandor, trainer dan coach. Anak buah dan team saya harus terus menerus ditekan untuk naik ke tingkat berikutnya, terpenuhi kebutuhannya dan tersalurkan ambisinya. Tentu di koridor yang positif dan konstruktif. Saya berkeyakinan, orang-orang bertipe 'people manager' adalah mereka yang punya kans paling besar untuk sukses dan naik ke puncak ketimbang para technical savvy.

Komunikasi Efektif. Manusia diciptakan untuk berkomunikasi. Demikian salah satu peribahasa Yunani kuno yang pernah saya baca. Bisa jadi benar. Aneh ya rasanya membayangkan adanya manusia yang tidak berkomunikasi? Masalahnya, komunikasi ada ribuan atau bahkan jutaan variasi. Dan yang dibutuhkan untuk sukses hanya satu : komunikasi efektif ! Komunikasi efektif saya coba formulasikan sebagai komunikasi yang tepat sasaran, mampu menyampaikan pesan secara akurat dan pada konteks yang sesuai, yang menimbulkan efek positif dan menggerakkan. Berita buruk pun jika dikomunikasikan secara efektif dan konstruktif, akan berefek positif, dimana orang menjadi terlecut atau setidaknya menjadi pribadi yang lebih kuat. Pernah mendengar rohaniwan mengabarkan berita duka ? Caranya menyampaikan lah yang membuat perbedaan, memang tidak akan menghidupkan yang sudah mati, tapi mampu menjaga yang masih hidup untuk lebih kuat dan tegar. Atau pemimpin bisnis yang tetap tersenyum saat mengucapkan selamat bekerja di suatu kantor yang sedang terpuruk. Tidak akan merubah kondisi ekonomi memang, namun mampu menyampaikan pesan positif secara tepat ke sasaran, dan menggerakkan semangat positif dari pasukannya. Mau coba sendiri ?

Kepemimpinan. Ini adalah suatu masalah utama di negara kita. Demikian sulit mencari genuine leader. Bahkan presiden kita sendiri baru-baru ini dikritik seorang anggota TNI (yang haram mengkritik atasan secara terbuka) saking gemasnya dengan performa si presiden yang dianggap lemes. Strong leadership draws the difference. Itu benar. Coba padukan empat hal di atas, lalu rangkum dalam satu kata. Tidakkah anda akan berakhir dengan satu kata : kepemimpinan ? Kepemimpinan adalah suatu kualias nyata, yang tidak terlihat tapi terasa, tidak berbentuk tapi menggerakkan, dan tidak tergambar namun mudah dimengerti. Tidak ada pemimpin sukses yang kepemimpinannya tidak terasa di bawah, tidak menggerakkan pasukan secara konsisten, dan sulit dimengerti kemauan dan arahannya. Keempat hal di atas dirangkai dan dikunci oleh satu kualitas lain yang tidak tercantum di daftar ini : keteladanan. Berapa lama seorang pemimpin yang baik bisa bertahan dengan keteladanan yang buruk dan reputasi yang kacau ?

Anda tidak perlu kecil hati jika tidak memiliki semuanya. Untuk langkah awal, mulailah dengan dua atau tiga poin dulu. Asah dan pertajam kedua atau ketiga poin tersebut sebelum anda melangkah maju untuk meraih poin berikutnya. Kuncinya konsistensi dan integritas. Untuk itu, ada baiknya, anda mulai dengan meyakinkan diri anda, bahwa poin pertama, etika dan etos, sudah anda miliki. Begitu terjal jalan yang harus anda daki sekiranya kedua hal tersebut belum anda miliki.

[katjoengkampret@aol.com]